Apiknya SS Lazio dan Momentum Kebangkitan Tim Asal Italia “Selatan”  

Dalam buku berjudul Calcio: A History of Italian Football karya John Foot, ada sebuah penggalan kalimat yang membuat saya berulang-ulang untuk memahaminya. Foot menuliskan kata-kata ini: “…almost impossible to comprehend Italy without understanding football — and vice versa.”

Italia dan sepakbola adalah contoh betapa permainan bola kaki di sana tak pernah hanya menjadi sekadar permainan bola kaki yang dimainkan di lapangan. Lebih dari itu, keduanya bisa membuka identitas masing-masing. Calcio – istilah bagaimana sepakbola tak diterjemahkan sebagai bola kaki melainkan sebuah kata lain: menendang (diambil dari kata calciare) adalah salah satu dari sekian banyak contoh.

Mengikuti liga sepakbola Italia memang menjemukan. Terutama dalam satu dekade terakhir. Juventus secara konsekutif sejak 2010 memajang logo perisai pada kostum mereka. Begitupun dengan dua klub lainnya yang secara reguler -setidaknya hingga 5 tahun lalu- mencoba untuk mengganggu dominasi si Nyonya Tua Kaya Raya. Mereka dalah AS Roma dan Napoli. Klub yang berasal bukan dari wilayah utara.

Di musim 2019/2020, tampaknya akan menjadi momentum baik bagi klub asal selatan lainnya yakni SS Lazio. Si Elang kembali ke trek perebutan gelar untuk pertama kalinya sejak musim 2014/2015. Dengan memiliki 1 selisih poin dengan capolista sementara, Lazio memiliki peluang untuk memperingati 2 dekade scudetto mereka di tahun ini dengan meraih titel juara.

Mengapa SS Lazio dimasukkan ke dalam klub Selatan? Bukankah kota Roma atau region Lazio berada di semenanjung? Jawabannya ada dua: Pertama, bila ditilik dari sejarah Italia pra-Unifikasi, sebagian dari region Lazio yakni provinsi Frosinone dan Latina masuk ke dalam kerajaan Naples. Kedua, bila dilihat dalam kacamata sepakbola, SS Lazio bukanlah kekuatan besar sepakbola Italia lain halnya dengan klub-klub yang secara jelas berasal dari utara.

Baca juga:  https://ligalaga.id/kick-off/analisis/memahami-perubahan-drastis-ss-lazio-musim-ini/

Dominasi Klub Italia Utara dan Persoalan Klub Italia Selatan

Untuk memahami betapa kuatnya klub-klub dengan gelar juara terbanyak seperti Juventus, AC Milan, Internazionale, Genoa, Fiorentina, serta Torino, tak bisa lepas dari sejarah negara Italia itu sendiri. Sebelum menjadi negara dengan bentuk republik usai PD II, Italia secara politik dan kultural terbagi menjadi dua: Utara dan Selatan. Klub-klub kuat di Serie-A saat ini merupakan bekas wilayah Kerajaan Lombardia-Venesia. Sedangkan di selatan, merupakan wilayah dari Kerajaan Dua Sisilia (Kingdom of the Two Sicilies). Sementara daratan Italia bagian tengah kala itu merupakan ‘Papal State’ Negara Gereja, sebuah negara yang dipimpin langsung oleh tahta tertinggi Katolik, Paus.

Mengapa perlu menarik jauh hingga ke awal abad ke-19? Karena secara kultural, kedua wilayah ini memiliki budaya yang berbeda. Italia Utara yang secara geografis terdiri dari wilayah yang berbatu, menjadikan mereka sebagai negara industrialis. Sedangkan wilayah (region) selatan seperti Abruzzo, Apulia, Basilicata, Calabria, Campania, Molise, Sicily dan Sardinia yang tanahnya lebih subur, sebagai negara yang mengandalkan sektor agrikultur. Perkembangan politik dan ekonomi juga menjadi kunci mengapa terjadi ketimpangan diantara keduanya.

Italia bagian selatan terkenal karena hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan fasisme, komunisme, serta kekuatan tak terlihat yakni mafia, memperburuk tatanan masyarakatnya. Kemiskinan ini berdampak juga terhadap klub-klub sepakbola mereka. Penduduk wilayah Selatan bahkan berbondong-bondong untuk bermigrasi ke Italia bagian Utara untuk menjadi kelas pekerja, bahkan menuju Amerika Serikat di awal abad ke-19.

Berlimpahnya uang di Italia Utara berdampak pada perkembangan klub-klub sepakbola disana. Kota-kota seperti Turin yang terkenal dengan industrinya, Milan yang dulunya ibukota kerajaan Lombardia tentu menjadi simbol kekayaan Italia. Genoa yang terkenal dengan pelabuhannya, juga Florence yang merupakan pusat pendidikan dan perdaban Italia. Serta kota-kota industri dan jasa lainnya seperti Bologna, Siena, atau Bergamo.

Ketimpangan Utara dan Selatan secara ekonomi tak lepas dari kebijakan-kebijakan pemangku kekuasaan Italia yang terpusat di wilayah provinsi Piemonte. Seorang sejarawan, Christopher Duggan dalam bukunya, “The Force of Destiny”, menyebut ini sebagai “Piedmontisasi”. Kebijakan pajak yang tinggi, kebijakan politik, serta cengkraman militer dan kerjasamanya dengan mafia-mafia lokal membuat ekonomi Italia Selatan tertinggal jauh. Hal ini tentu berdampak pada perkembangan kemajuan persepakbolaannya. Klub selatan yang sempat menjadi kekuatan underdog Italia dalam satu dekade terakhir, Palermo, juga terbukti masih kesulitan dengan masalah finansial.

Hal ini bisa dilihat dari prestasi klub-klub sepakbola yang secara geografis berada di luar region Utara. Wakil kota Roma yang sebenarnya tidak selatan-selatan amat (berada di region Lazio), menyumbangkan total 5 trofi Serie-A sejak kompetisi tersebut digulirkan 1929. AS Roma 3 kali (41/42, 82/83, 00/01) dan SS Lazio 2 kali (73/74, 99/00). Adapun wakil Selatan (yang benar-benar selatan) lainnya sepeti Napoli dengan 2 gelar (86/87, 89/90) serta Cagliari (1969/1970). Klub-klub Italia selatan dalam satu dekade terakhir hanya menyumbang sebanyak 19 persen pesertanya di kompetisi Serie-A.

Banyaknya pundi-pundi uang yang dimiliki oleh pemilik klub asal Utara juga malah menyebabkan skandal-skandal suap atau pengaturan skor. Franklin Foer, penulis buku “How Soccer Explains the World” pernah menuliskan “jurnalisme investigatif” nya tentang hubungan klub-klub oligarkis seperti Juventus, AC Milan, dan Inter dengan prestasi-prestasi yang diraih dengan cara “kotor”.

“Kebangkitan” Klub Asal Italia Selatan

Momentum kebangkitan klub-klub selatan mungkin akan semakin nyata ketika di akhir musim nanti seandainya Lazio berhasil membawa pulang trofi Serie-A. Di kompetisi Serie-B hingga pekan ke-24, dari posisi 5 besar, ada 4 klub asal Selatan yang berpeluang naik ke Serie-A musim depan.

Mereka diantaranya Benevento (1), Frosinone(3), Crotone(4), dan Salernitana(5). Adapun Benevento memiliki selisih 17 poin dari Spezia dan Frosinone yang memiliki poin sama (40).

Untuk diketahui, dalam format kompetisi Serie-B, 2 klub teratas akan otomatis naik ke Serie-A di musim selanjutnya. Sementara posisi 3 juga akan ikut promosi otomatis jika memiliki selisih 10 poin dari peringkat dibawahnya. Namun jika tidak, tim yang memiliki selisih 14 poin dengan tim di peringkat ketiga klasemen. Dan selanjutnya diadakan format penyisihan, lalu semifinal dan final.

Seperti halnya Serie-A, daftar juara kompetisi Serie-B pun didominasi oleh tim-tim asal Italia Utara. Sebagai gambaran, Atalanta dan Genoa ada pada peringkat teratas peraih Campionato cadetto masing-masing 6 gelar. Adapun klub Selatan dengan raihan 5 dan 4 gelar yakni Palermo dan Bari, kini bernasib naas karena harus bermain di Serie-C dan Serie-D.

***

Terbukanya peluang SS Lazio menjadi juara dan terbuka lebarnya klub-klub Italia Selatan untuk menambah 3 slot promosi Serie-A di musim 2020/2012 adalah bukti nyata akan ancaman kekuatan sepakbola Italia Selatan. Bisa jadi, musim depan akan menambah peta persaingan Serie-A yang selama puluhan tahun didominasi klub utara. Jika musim depan ada 8 klub asal selatan, berarti ada 40 persen atau hampir separuhnya.

Mungkin bagi sebagian orang, hal ini menjadi tak penting. Namun bagi orang-orang yang menganggap bahwa sepakbola bukan memulu persoalan uang, ini adalah kabar baik. Bahwa calcio (sebagaimana arti harfiahnya) juga berarti menendang kaum-kaum elit dari utara yang identik dengan kekayaan yang bisa “membeli”sepakbola Italia.