Argentina adalah Inter dan Brasil adalah AC Milan

Publik sepakbola boleh saja mengatakan bahwa Derbi Italia adalah Juventus versus Internazionale. Latar belakang sejarah mereka sebagai klub yang memiliki basis pendukung terbesar kala itu (era 60-an), hingga terakhir kembali memanas akibat skandal calciopoli yang berakhir “hibah” scudetto musim 2005/2006. Namun berbicara soal gengsi, mungkin sulit menyaingi gengsi yang terjadi di antara dua klub asal kota Milano, Inter dan AC Milan.

Di era dekade akhir 80-an, publik masih mengingat bagaimana gengsi diantara kedua klub yang bermarkas di San Siro (meski Inter tak mau mengakui nama tersebut), mencapai puncaknya. Milan yang lebih dulu merekrut duo striker Belanda kemudian direspon Inter dengan duo Jerman yang sedang ngetop-ngetopnya, Andreas Brehme dan Lothar Matthaus. Tak berakhir sampai di sana, kala Milan melengkapi paket Belanda-nya dengan Frank Rijkaard, maka Inter juga merespons dengan mendatangkan Juergen Klinsmann di lini serang.

Baca juga: Trio Belanda vs Trio Jerman: Klimaks Adu Gengsi di Kota Milan

Banyak yang tak menyadari, bahwa kedua klub sebenarnya telah sejak lama melakukan hal ini. Sampai akhirnya, fans sepakbola kadung memberi label bahwa Argentina adalah lahan milik Inter dan Milan lebih identik dengan para pemain Brasil-nya.

Jalan Panjang Inter dengan Para Pemain Argentina

Sebagai kesebelasan yang mengusung semangat mancanegara, Internazionale adalah klub yang akrab dengan pemain luar Italia. Atas alasan itu pula, beberapa pendiri klub yang dahulu tergabung dalam nama Milan Foot-Ball and Cricket Club sepakat mendirikan Football Club Internazionale Milano di tahun 1908. Langkah ini diambil lantaran kebijakan klub yang kelak jadi AC Milan, saat itu hanya memberlakukan kebijakan untuk memakai pemain Italia saja (sebelumnya pernah menggunakan pemain Inggris dan Spanyol saja).

Pemain Argentina pertama yang bermain untuk Inter adalah Attilio Demaría yang bermain di posisi penyerang tengah. Demaría yang direkrut dari klub Argentina, Gimnasia La Plata ini bermain sejak 1931 hingga 1936 dan mencatatkan 78 gol dari total 278 pertandingan. Dalam periode bersamaan, ada pula pemain Argentina lain seperti Franco Ponzinibio, Alfredo De Vincenzi di posisi penyerang, serta Felice Demaria di posisi gelandang.

Menariknya, justru di era kejayaan mereka bersama pelatih asal Argentina yang kemudian menjadi warge negara Prancis, Helenio Herrera, Inter tak banyak merekrut pemain Argentina. Tercatat di era 60-an, Inter hanya merekrut dua nama Argentina yakni Antonio Angelillo dan Humberto Maschio. Itu pun tak berlangsung lama. Angelilo hanya bertahan semusim di bawah asuhan Herrera, begitupun Maschio.

Hubungan spesial Inter dengan pemain Argentina mulai diinisiasi kembali jajaran petinggi klub di era 80-an. Saat itu Inter merekrut dua nama asal negeri Tango yakni Daniel Passarella dan Ramon Diaz yang sedang menyita perhatian publik sepakbola Negeri Pizza. Keduanya bahkan direkrut dari klub yang sama, Fiorentina.

Di era kejayaan Serie-A yaitu di dekade 90-an, stereotipe “Argentina” untuk Inter mulai kembali terbangun. Terbukti nama-nama tersebut dikenang sebagai legenda Inter. Pada musim 1995/1996, dua Argentina direkrut sekaligus: Sebastian Rambert dan Javier Zanetti. Semusim berselang, gelandang tangguh Atletico Madrid, Diego Simeone mendarat di Giuseppe Meazza.

Pada millenium baru, Inter seakan menjadi rumah bagi para Argentina di Italia. Sempat menjajal Sixto Peralta di musim 2000/2001, Inter lalu mendatangkan dua pemain Argentina, yakni Nelson Vivas dan Andrés “Guly” Guglielminpietro di musim 2001/2002. Kedatangan pelatih asal Argentina, Hector Cuper kala itu turut memengaruhi transfer Inter di musim berikutnya. Nerazzuri mencatatkan 5 pemain Argentina dengan tambahan Hernan Crespo yang direkrut dengan nilai fantastis dari Lazio, serta gelandang tangguh, Matias Almeyda dari AC Parma.

Penjualan Crespo ke Chelsea serta Nelson Vivas lagi-lagi disubstitusi Inter oleh pemain Argentina pada musim 2003/2004. Julio Cruz yang kala itu moncer bersama Bologna, diplot sebagai supersub bagi lini depan mengerikan mereka saat itu, Vieri-Adriano-Martins. Sementara di posisi sayap, Kily Gonzalez yang sempat menjadi anak didik Cuper di Valencia, menjadi andalan mereka.

Hengkangnya Hector Cuper dari Inter ternyata tak menyurutkan semakan Inter untuk menjadi klub paling Argentina se-Italia. Di masa kepelatihan Roberto Mancini, tiga nama direkrut: Juan Sebastian Veron, Esteban Cambiasso, serta Nicolas Burdisso. Ini juga membuat Inter memiliki 6 pemain asal Argentina sekaligus. Skuat besutan Mancini kala itu berhasil meraih trofi Coppa Italia.

Sampai akhirnya, Inter meraih trofi Serie-A di musim 2005/2006. Skuat Inter dihuni oleh total 8 pemain asal Argentina, dengan tambahan Sntiago Solari dari Real Madrid serta Walter Samuel yang direkrut dari AS Roma. Julio Cruz yang awalnya tak pernah direncanakan menjadi pemain starter, malah menjadi andalan dengan berhasil menjadi capocannoniere dengan total 21 gol.

Setelah era keemasan pemain Argentina di Inter di musim itu, Inter hingga kini telah merekrut total 15 pemain lagi asal Argentina hingga kini. Nama-nama tersebut yang paling diingat diantaranya Mauro Icardi, Rodrigo Palacio, hingga nama terakhir yang tengah hangat diberitakan yakni Lautaro Martinez. Sisanya, hanya sempat mampir atau bermain tak sesuai ekspektasi.

Dan satu alasan lagi yang mungkin tak bisa disangkal mengapa Inter “adalah” Argentina, yaitu: Javier Zanetti.

AC Milan Lebih Memilih Brazil

Berbeda dengan rival sekota yang memiliki semangat lebih internasional, AC Milan lebih mengandalkan talenta lokal Italia. Maka, sudah tentu catatan pemain asing Rossoneri kalah jauh dari Inter.

Pun demikian, AC Milan punya pandangan lain soal pemain asing. Mereka menyiratkan sikap tak sudi memilih sikap yang sama, terlebih soal pemilihan negara asal pemain asing mereka. Bila Inter lebih akrab dengan para pemain Argentina, Milan memilih untuk mendatangkan pemain dari negara rivalnya: Brazil.

Kalau Inter sudah sejak 1931 diperkuat pemain Argentina, Milan baru tahun 1935 diperkuat pemain Brazil, Vicente Arnoni dari Palmeiras. Rossoneri juga sempat diperkuat penyerang Brazil, Elisio Gabardo di tahun 1938.

Menariknya, Milan baru kembali mengunakan jasa pemain asal negeri Samba di era 60-an. Milan pernah diperkuat trio Brazil yakni Dino Sani-Jose Germano-Emanuele Del Vecchio di lini serang. Di dekade itu pula, Amarildo menjadi salah satu legenda Milan sebelum hengkang ke Fiorentina.

Era 90-an yang menjadi keemasan Serie-A Italia, mendukung banyaknya pemain asing yang masuk. Hal itu pulalah yangmembuat banyaknya klub-klub Italia, termasuk AC Milan untuk mendatangkan pemain asal Amerika Selatan. Jelas pilihan mereka adalah Brasil. Mereka seakan menyiratkan rivalitas dengan Inter, bahkan dalam hal perekrutan pemain. Meskipun, kala itu rekrutan Milan asal Brasil tak sukses-sukses amat. Tak banyak yang mengetahui, kalau Giovane Elber, legenda Bayern Munchen, memulai pengembaraannya di Eropa bersama Milan di tahun 1990. Tak mendapatkan kesempatan, Elber dilego ke VfB Stuttgart dan menjadi mesin gol di Bundesliga.

Barangkali, Leonardo Nascimento de Araújo menjadi pemain Brasil pertama yang sukses di era Milan modern. Kesuksesan Milan merekrut Leonardo membuka pintu Milan terbuka lebar bagi para bintang menjanjikan Seleção. Milan di era Zaccheroni yang diperkuat 4 pemain Argentina (Ayala, Chamot, Coloccini, Guly) di musim 1999/2000, perlahan menyingkirkannya dengan pemain Brasil yang berusia muda. Kiper asal Brasil, Dida, ditempatkan sebagai kiper back-up. Roque Junior juga direkrut sebagai pelapis Costacurta dan Maldini yang mulai memasuki usia tua. Tercatat 4 pemain Brasil didaftarkan kala itu.

Sama seperti Inter, AC Milan pun memasuki era baru di milemium baru. Bintang Seleção yang memenangkan Balon d’Or dan FIFA Player of the Year 1999 serta baru saja menyabet gelar Piala Dunia 2002 direkrut secara cuma-cuma dari Barcelona. Meskipun kehadirannya tak sesuai ekspektasi, namun Rivaldo dan 3 pemain Brasil turut menyumbangkan gelar Liga Champions 2002/2003.

Keberhasilan dengan para pemain Brasil yang memberikan kontribusi fantastis bagi Milan, membuat mereka menambah 2 pemain lagi. Cafu yang sukses bersama AS Roma dan timnas Brasil, didatangkan secara free transfer. Di posisi trequartista, Milan merekrut Ricardo Kaka dari Sao Paulo. Perekrutan Kaka diwarnai isu kalau ia direkrut karena “deal” Milan dengan perusahaan apparel asal Jerman.

Hengkangnya Rivaldo dan Roque Junior tak membuat Milan semakin lemah. Malah, Milan mampu membuktikan bahwa pemain Brasil mereka memiliki kualitas di atas rata-rata. Kaka berhasil menjelma sebagai bintang baru publik San Siro. Begitupun yang diperlihatkan Serginho dan Dida. Hasilnya, gelar Serie-A 2003/2004 menjadi milik Milan.

Sejak saat itu, Milan (terutama Berlusconi dan Galliani) seakan terobsesi dengan pemain Brasil. Bahkan di musim 2007/2008, Milan merekrut 3 pemain asal Brasil sekaligus: Ronaldo Nazario da Lima, Alexandre Pato, dan Emerson. Musim selanjutnya, Ronaldinho yang selalu menjadi momok AC Milan di Liga Champions, berhasil didatangkan. Bek muda potensial kala itu, Tiago Silva juga turut menjadi salah satu kesuksesan transfer yang pernah dilakukan AC Milan.

Merosotnya prestasi Milan pasca generasi para pemain Brasil-nya, tak membuat mereka surut tetap menggunakan “Brazilian connection”. Sayangnya, kali ini hanya sedikit nama-nama yang benar memberikan kontribusi yang besar. Dalam satu dekade terakhir, Milan mencatatkan nama-nama seperti berikut: Robinho, Amantino Mancini, Gabriel, Rodrigo Ely, Alex, Luiz Adriano, dan dua nama paling mutakhir: Leo Duarte dan Lucas Paqueta.

***

Dengan identiknya kedua klub, Internazionale dan AC Milan dengan para pemain asingnya yang saling “bersebrangan”, bukan berarti mereka tak sukses “menelurkan” pemain yang memiliki sedikit kuantitasnya. Inter contohnya, pernah sukses mencetak pemain Brasil seperti Roberto Carlos, Adriano, Maicon, dan Coutinho. Sementara Milan, meskipun sedikit, pernah merasakan kontribusi yang lumayan dari Roberto Ayala, Guly, serta Hernan Crespo.