Edson Alvarez, Titisan Rafa Marquez yang Siap Memimpin Meksiko

Foto: Milenio.com

Menelan kekalahan menyakitkan dari Jamaika di Gold Cup 2017, Meksiko menatap edisi terbaru turnamen tersebut dengan optimisme tinggi. Diasuh Tata Martino, El Tri disebut ingin kembali menjadi juara kompetisi antar negara Amerika Utara dan Karibia itu.

Hingga 15 Juni 2019, Meksiko masih tercatat sebagai peraih gelar Gold Cup terbanyak dengan tujuh piala. Tapi, status mereka diancam oleh juara bertahan, Amerika Serikat yang mengoleksi enam piala. Peluang Rodolfo Pizarro dan kawan-kawan dua tahun lalu dikandakaskan the Reggae Boyz di semi-final.

Keputusan Meksiko menurunkan ‘tim b’ untuk Gold Cup 2017 mungkin bisa dijadikan alasan. Ketika itu, tim utama yang diisi pemain-pemain berpengalaman seperti Javier Hernandez, Rafael Marquez, dan Hirving Lozano tampil di Copa America.

Pada 2019, Meksiko absen dari Copa America karena Asoasiasi Sepakbola Amerika Selatan (CONMEBOL) lebih memilih untuk memberikan tempat pada tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar. Ini adalah pertama kalinya El Tri absen di Copa America sejak 1991. Tapi di sisi lain, mereka jadi bisa fokus ke Gold Cup.

Tata Martino pun tidak membuang kesempatan ini untuk menguji generasi masa depan El Tri. Ia tetap memanggil pemain-pemain senior. Guillermo Ochoa, Andres Guardado, dan Hector Moreno tetap berangkat ke Gold Cup 2019. Namun, mayoritas dari 23 pemain yang dibawa Martino, masih berusia di bawah 28 tahun.

Bahkan 35% di antara mereka masih 23 tahun ke bawah. Muda, tapi bukan berarti belum berpengalaman.

Gelandang berusia 21 tahun, Edson Alvarez, bahkan tercatat sebagai 10 pemain paling berpengalaman yang dibawa Martino ke Gold Cup 2019. Sudah mengenakan kostum tim nasional senior 23 kali meski dirinya baru lahir saat Guardado memulai karier di Atlas.

Rebutan Klub Eropa

Alvarez adalah nama terbaru yang diperkenalkan Meksiko ke dunia sepakbola. Menyusul Lozano dan Diego Lainez yang sudah lebih dulu mencuat.

Bersama rekan satu timnya di Club America, Jorge Sanchez, Alvarez dirumorkan menjadi rebutan berbagai kesebelasan Eropa. PSV Eindhoven, Ajax Amsterdam, Glasgow Celtic, dan Wolverhampton Wanderers kabarnya ingin mengangkut Alvarez dari Meksiko di musim panas 2019.

Celtic bahkan sudah melayangkan tawaran lima juta pauns ke America. Namun tawaran itu ditolak oleh Los Millonetas. Menurut Vanguardia, tawaran Celtic itu masih kurang dari dana minimal yang diinginkan America (7,5 juta pauns).

Alvarez sendiri tidak menutupi keinginannya untuk pergi ke Benua Biru. “Eropa menunggu saya. Saya berharap suatu saat nanti akan main di sana. Mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi,” kata Alvarez.

Namun, CEO America Santiago Banos mengatakan belum ada tawaran resmi datang untuk Alvarez. “Memang ada klub yang meminati dirinya. Mereka sudah memantau Alvarez sejak lama. Saya bertemu dengan perwakilan mereka, diskusi. Tapi bukan berarti mereka telah memberikan tawaran resmi. Kami bahkan belum membicarakan soal harga,” aku Banos.

Alvarez sejatinya berposisi sebagai seorang bek. Ia sempat ditolak oleh akademi Pachuca saat masih berusia 14 tahun. Namun dua tahun kemudian, dirinya direkrut oleh America dan tidak butuh waktu lama bagi dirinya masuk tim utama.

Titisan Rafa Marquez

Menjalani debutnya beberapa hari setelah ulang tahun ke-19, pemain kelahiran 24 Oktober 1997 itu mengisi posisi bek kanan yang kehilangan Bruno Valdez karena cedera.

Meski bermain di luar pos aslinya, Alvarez tetap berhasil membayar kepercayaan Ricardo La Volpe. Nakhoda Los Millonetas itu sudah tahu bahwa Alvarez adalah pemain bertalenta. Ia bahkan menyebut Alvarez sebagai penerus Rafa Marquez di tim nasional Meksiko.

“Saya memberikannya debut karena melihat Alvarez seperti Marquez. Saya tidak melihat dirinya sebagai bek tengah yang pasif. Sekedar bermain sebagai tembok di depan gawang. Alvarez adalah sosok yang bisa memecah serangan lawan di sepertiga lapangan. Dia juga handal memenangkan bola-bola udara,” kata La Volpe.

Hanya tiga tahun setelah debutnya bersama tim senior America, Alvarez sudah tampil lebih dari 100 kali untuk Los Millonetas. Alvarez tetap menjadi seorang bek ketika mengenakan seragam America. Namun saat ia membela tim nasional, dirinya didorong jadi gelandang.

Hal ini tidak membuat Alvarez terkejut. La Volpe mengatakan bahwa Alvarez mirip dengan Marquez dan ini adalah salah satu buktinya. Marquez lebih sering bermain sebagai bek di tim nasional. Tapi ketika bermain di level klub, ia adalah seorang gelandang. Kebalikan dari Alvarez.

Dihantui Musim Perdana Diego Lainez

Foto: Los Pleyers

Dapat mengisi berbagai posisi dan konsisten menjalaninya, tak heran banyak klub Eropa mengejar dirinya. Akan tetapi, La Volpe berusaha mengingatkan anak didiknya itu tentang Diego Lainez. Wonderkid Meksiko lainnya yang kini membela Real Betis.

Lainez diboyong ke Spanyol dengan dana 14 juta euro pada Januari 2019. Potensi yang ia miliki memang besar, tapi La Volpe merasa pertumbuhan Lainez sebenarnya belum selesai di America.

“Lainez adalah pemain setengah matang. Kami perlu dia saat sedang banyak yang cedera. Tapi jika mayoritas waktunya digunakan di tim muda atau divisi dua, itu akan menghambat pertumbuhannya,” kata La Volpe.

“Saya ingin Lainez bertahan. Masalahnya dia belum siap untuk menjadi pemain besar. Saya ingin mengajarkan dia apa saja yang harus diperbuatnya. Hal seperti itu mungkin tak akan ia dapat di Real Betis,” jelasnya.

Pada empat sampai lima bulan pertamanya di Eropa, Lainez memang belum jadi pilihan utama di Real Betis. Bahkan Tata Martino pun merasa dirinya belum siap untuk membela tim senior. Mengirimnya ke Piala Dunia U20 ketimbang Gold Cup.

Alvarez Bukan Lainez

Foto: Bloomberg

Dengan usia Alvarez yang masih 21 tahun, bertahan di America satu musim lagi juga tidak masalah. Tapi jika Los Millonetas pada akhirnya melepas dia, bukan tidak mungkin dirinya langsung menjadi pilihan utama.

Salah satu kekurangan Lainez adalah kedewasaan, Alvarez juga pernah melakukan hal kekanak-kanakan di atas lapangan. Tapi dirinya sudah tampil untuk America lebih 100 kali dan menjadi salah satu pemain andalan tim nasional di usia muda. Mustahil hal itu bisa ia capai tanpa sikap dewasa.

Jika Alvarez memang titisan Marquez, tidak ada yang perlu ditakuti. Marquez meninggalkan Atlas untuk AS Monaco saat masih berusia 20 tahun. Dirinya langsung jadi pilihan utama dan memberikan gelar juara Ligue 1 untuk Les Monégasques.

Martino juga mengakui bahwa dari sekian banyak pemain muda asal Meksiko, Alvarez adalah yang paling siap untuk ke Eropa. “Jika ditanya siapa yang paling siap ke Eropa, Alvarez jelas jawabannya. Dia punya pengalaman di Piala Dunia. Dia sudah jadi bagian penting untuk America, dan dirinya bisa mengisi berbagai posisi. Saya yakin dia siap”.