4 Permasalahan dalam Persiapan Penyelenggaraan Piala Dunia 2018 Rusia

Piala Dunia 2018 akan bergulir tepat pada malam ini. Rusia sebagai tuan rumah menyatakan kesiapan sudah mencapai 100 persen. Rasanya, gelaran Piala Dunia akan berjalan dengan lancar. Namun, benarkah demikian? Nyatanya, dalam beberapa bulan terakhir, terdapat sejumlah permasalahan yang mengiringi persiapan Piala Dunia.

Berikut kami sajikan 4 permasalahan dalam persiapan penyelenggaraan Piala Dunia 2018 Rusia.

  1. Diskirminasi yang Masih Mengakar di Rusia

Piala Dunia nanti akan diikuti negara-negara sepakbola terbaik dari seluruh dunia. Tentu saja beraneka pemain dengan latar belakang suku, agama, dan budaya, akan hadir ke Rusia untuk membela panji negara mereka masing-masing. Lalu siapkan Rusia sebagai tuan rumah menerima para pemain dari negara peserta yang tentu saja kebanyakan memiliki latar belakang berbeda dengan penduduk Rusia?

Pada pertandingan persahabatan antara tuan rumah Rusia menghadapi Prancis di St.Peterseburg, wartawan AFP yang meliput jalannya pertandingan mendengar adanya adanya ucapan rasis dan menirukan suara monyet ketika Paul Pogba atau Ousmane Dembele memgang bola.

Hal tersebut ternyata sampai telinga ke Laura Flessel, Menteri Olahraga Prancis, yang langsung melaporkan hal tersebut ke FIFA, yang langsung melakukan investigasi. Lalu apa tanggapan dari Federasi sepakbola Rusia? Mereka menyatakan tidak mendengar ucapan rasis dari penonton.

Meskipun demikian Alexei Smertin, mantan pemain Tim Nasional Rusia yang kini menjabat sebagai ketua dewan investigasi untuk masalah rasisme di Rusia langsung bertindak dan melakukan investigasi, yang hasilnya belum diumumkan hingga kini.

Roberto Carlos dan Hulk, pemain Brasil yang pernah merumput di Rusia menyatakan bahwa rasisme di Rusia sudah biasa terjadi. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh Ultras atau suporter garis keras klub Rusia. Roberto Carlos bahkan pernah dilempari pisang, hal yang membuatnya kecewa akan iklim sepakbola Rusia.

Hulk bahkan secara terbuka menyatakan bahwa rasisme tersebut seolah dibiarkan terjadi. “Tidak ada tanggapan apapun baik dari wasit maupun RFU (Federasi Sepakbola Rusia) tentang rasisme yang saya alami.”

Selain diskriminasi ras, kaum LGBT juga menghadapi tekanan yang sama di Piala Dunia nanti. Para pendukung yang menjadi bagian dari LGBT bahkan tidak disarankan ke Rusia oleh Presiden LGBT Rusia, Aleksandr Agapov.

“Diskriminasi di sini luar biasa. Mungkin sedikit berkurang ketika Piala Dunia bergulir, tapi sulit menjamin 100% kemanan disini,” ujar Agapov dikutip BBC.

Diskriminasi terhadap LGBT semakin terasa ketika 19 april lalu Roman Sheykin, Nikita Lysenko, dan Ekaterna Kharlamova, dijebloskan kepenjara setelah terbukti membunuh salah seorang gay bernama Andrey Tolkachev dengan cara sadis. Dikutip BBC, ketiga pelaku mengincar kaum gay yang menjadi suporter klub-klub yang berasal dari Moscow. Lebih mengerikan lagi, ketiga pelaku diduga telah menghabisi 10 nyawa suporter gay sebelum membunuh Tolkachev.

  1. Ketegangan Akibat Iklim Politik di Rusia

Sejauh ini iklim politik di Rusia sendiri sedang dalam iklim yang cukup panas, terutama setelah Sergeri Skripal, mantan mata-mata Rusia tiba-tiba tak sadarkan diri di Salisbury. Skripal yang dianggap sebagai pengkhianat oleh Pemerintah Rusia, diyakini diracun oleh agen rahasia Rusia. Kejadian ini membuat hubungan antara Inggris dengan Rusia memanas. Hooligan yang berasal dari Inggris disarankan untuk ekstra waspada ketika mendukung Inggris di Piala Dunia nanti.

Baca juga: Piala Dunia, Inggris, dan Marmut

Sebelum memanasnya hubungan antara Rusia dengan Inggris, Rusia juga menghadapi tekanan besar dari Dunia Internasional mengenai Crimea. Mulai 2014 lalu Rusia yang bersikeras mengambil Crimea yang merupakan bagian dari Ukraina untuk menjadi bagian dari Rusia.

Meskipun berhasil, namun apa yang dilakukan Rusia membuatnya dikeluarkan sebagai anggota G8. Bahkan Senator Amerika Serikat, Dan Coats, mengirimkan surat resmi ke Sepp Blatter untuk membatalkan Piala Dunia 2018 di Rusia karena ulah Rusia terhadap Crimea.

  1. Skandal Doping

Komite Olimpiade Internasional atau IOC merilis daftar pencabutan medali bagi atlet yang menggunakan doping secara ilegal di Olimpiade, Paralimpiade, ataupun acara olahraga dibawah payung IOC, pada interval 2011-2015 silam. Rusia memuncaki daftar tersebut dengan 51 atlet yang dicabut medalinya setelah ketahuan menggunakan doping.

Bahkan secara tegas IOC resmi menjatuhkan hukumah terhadap Rusia dari keikutsertaan mereka di Paralimpiade. Puncaknya 2016 lalu, Richard Mc Laren mempublikasikan sekitar 1.000 atlet terindikasi menggunakan doping. Bahkan mereka sudah menggunakan doping sejak berusia 15 tahun!

Dari 1.000 atlet tersebut, 33 di antaranya adalah pesepakbola. IOC sempat mengajukan protes dan meminta untuk menarik hak Rusia sebagai tuan rumah acara yang berhubungan dengan olahraga, Piala Dunia 2018 salah satunya, namun tidak mendapatkan respons apapun dari FIFA.

Namun Alexey Sorokin melalu BBC, meyakinkan bahwa permasalahan doping tidak akan terjadi di Rusia nanti. “Tentu kami memahami masalah yang ada, doping bukan masalah di Rusia nanti, kami melakukan banyak uji coba tes sesuai standar UEFA, FIFA, dan kami merasa itu bukan lagi isu yang penting buat kami.”

  1. Korupsi yang mengancam kelangsungan Piala Dunia

Sejak bidding Tuan Rumah Piala Dunia 2018 diadakan 2010 silam, Rusia bersaing dengan Spanyol-Portugal, Belanda-Belgia, dan Inggris. Sejatinya Inggris lebih diunggulkan. Faktor kesiapan Inggris dianggap lebih baik dibanding negara pesaing lainnya.

Namun di luar dugaan Inggris bahkan gugur di voting pertama, dengan hanya memeroleh dua suara. Di voting kedua, Rusia muncul sebagai pemenang, hasil yang sangat mengejutkan.

Mantan Perdana Menteri Britania Raya, David Cameron, mencurigai adanya korupsi dibalik pemilihan Rusia sebagai tuan rumah. “Kami mengininkan Inggris menjadi tuan rumah sebuah turnamen olahraga yang menyatukan semua orang. Namun Rusia justru yang terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018. Bagaimana bisa? Saya akan membiarkan kalian menjawab apa yang terjadi,” ujar Cameron di Independent.

Konon karena adanya skandal penyuapan dan korupsi di gelaran Piala Dunia 2018 kali ini, FIFA bekerja cukup keras guna menggaet sponsor. Pihak sponsor meragukan stabilitas dan keamanan Piala Dunia kali ini apabila penyuapan dan korupsi masih terjadi.

Setelahnya korupsi juga diduga terjadi dalam pembangunan infrastruktur. Pada 2017 lalu, pengadilan Rusia menjatuhkan hukuman terhadap Marat Oganesyan, deputi pemerintahan St.Peterseburg, setelah dirinya tertangkap melakukan kecurangan dan korupsi sebesar 850.000 US Dollar.

Sebelumnya PSO Kazan, operator perusahaan jasa konstruksi untuk beberapa stadion untuk Piala Dunia 2018 nanti, dinyatakan bangkrut setelah menerima total 44 Juta US Dollar namun hanya melakukan pengerjaan yang sangat sedikit sebelum mengalami kebangkrutan. Dikutip dari kantor berita R-Sport, uang sebanyak 44 Juta US Dollar tersebut, jatuh ketangan pimpinan juga dewan direksi dari PSO Kazan.

Piala Dunia dihelat tepat pada malam ini. Tentu ini akan menajdi tontonan yang menarik, semua talenta terbaik di dunia akan unjuk kebolehan. Meskipun dengan banyaknya kontroversi dan potensi gangguan dalam pagelarannya nanti, toh, kita masih bisa menikmati dibalik layar kaca dan mendukung negara jagoan kita nanti.

Lalu kapan kita bisa mendukung negara sendiri di Piala Dunia?