Musa Barrow Sebagai Pembuktian Sepakbola Gambia

Foto: Capital Mexico

Atalanta Bergamo berhasil meraih tempat di Liga Champions 2019/2020 setelah duduk di peringkat tiga klasemen akhir Serie-A 2018/2019. Mengoleksi 69 poin dari 38 laga, La Dea ungguli AC Milan (68) dan AS Roma (66) yang harus puas dengan Liga Europa.

Ini adalah pertama kalinya Atalanta lolos ke Liga Champions sepanjang sejarah klub. Tapi keberhasilan ini juga bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Mengingat mereka sudah dua musim beruntun tampil di Liga Europa.

Kesuksesan La Dea tidak lepas dari peran akademi dan pemandu bakat yang mereka miliki. “Lupakan soal formasi. Jika para pemain tidak memiliki teknik yang benar semua akan sia-sia. Kami sangat suka melihat Ajax Amsterdam. Mereka tidak peduli dengan formasi yang digunakan. Mereka membentuk gaya main untuk talenta-talenta yang dimilikinya,” ungkap Kepala Akademi Atalanta Stefano Bonaccorso.

Hasilnya Atalanta menjadi pihak yang bertanggungjawab atas kehadiran talenta Giacomo Bonaventura, Giampaolo Pazzini, Riccardo Montolivo, hingga Filippo Inzaghi. Dalam tiga musim terakhir, pemain-pemain muda inilah yang digunakan La Dea untuk mendapatkan prestasi. Meski tidak semua berasal dari akademi, Franck Kessie, Andrea Conti, dan Mattia Caldara dibentuk oleh Atalanta.

Musa Barrow adalah talenta terbaru yang menjadi sensasi di Italia. Lahir di Banjul, Gambia, Barrow didatangkan dari kesebelasan lokal, Hawks FC. Gambia sebenarnya bukan negara dikenal lewat talenta sepakbola mereka. Talenta terbaik Gambia yang pernah dikenal dunia sepakbola mungkin hanyalah Cherno Samba. Itu pun karena alasan yang salah.

Foto: Strait Times

Samba adalah pemain Gambia yang memulai kariernya di Inggris bersama Millwall. Ia tak pernah absen dari tim nasional muda Inggris. Dari U16 hingga U20 pernah dibela Samba. ‘Championship Manager’, sebuah permainan simulasi manajerial sepakbola terbaik sebelum pecah dengan Eidos, percaya bahwa Samba adalah seorang wonderkid.

Tapi kenyataannya ia tidak bisa mempertahankan performa di usia muda saat sudah jadi seorang profesional. Dia gagal memenuhi potensi yang diyakini ‘Championship Manager’, masuk jajaran pemain berstatus ‘lord’ bersama Freddy Adu dan Oscar Ustari. Kegagalan itu membuatnya tidak bisa masuk tim nasional Inggris dan memilih Gambia.

Kehadiran Samba tidak bisa membantu Gambia mencatat sejarah. Mereka masih belum pernah tampil di Piala Afrika, apalagi dunia. Tapi saat seorang pemandu bakat Italia, Luigi Sorrentino, melihat penampilan Barrow, ia pun langsung yakin bahwa dirinya menemukan pemain hebat.

Mbappe dari Gambia (?)

https://www.youtube.com/watch?v=njOrEZ3_EXo

Sorrentino sudah mengirim Lamin Jallow ke Chievo. Pemain Gambia yang disebut sebagai penerus Ricardo Kaka itu sudah membuktikan dirinya dengan 11 gol dan lima assist untuk Cesena di Serie-B. Jadi ia juga tidak ragu mengirim Barrow ke Negeri Pizza.

Barrow terbiasa dengan sepakbola jalanan, tapi dia rela meninggalkan negaranya untuk sesuatu yang lebih besar. “Ketika Anda memiliki impian, sesuatu harus dikorbankan demi hal itu,” kata pemain yang mengidolai Zinedine Zidane tersebut.

Pengorbanannya itupun tidak sia-sia. Agustus 2018, ia dipanggil ke tim senior Gambia dan faktor utamanya adalah Atalanta. “Dia tampil cukup bagus di Atalanta. Tidak ada salahnya juga kita memanggil pemain-pemain muda. Dia sudah membuktikan bahwa dirinya dapat bersaing di tim yang kuat,” kata Tom Saintfiet selaku kepala pelatih the Scorpions.

Saintfiet tidak memanggil semua pemain yang ada di Eropa. Ablie Jallow yang membela FC Metz tak masuk dalam susunan pelatih asal Belgia itu karena jarang bermain di Prancis. Ia lebih memilih Tijan Jaiteh yang main di Qatar untuk dipanggil ke tim nasional.

Itu menjadi bukti bahwa Barrow bukanlah talenta sembarangan. Ed Dove dari ESPN bahkan menyebut Barrow sebagai Kylian Mbappe versi Gambia.

Pembuktian Gambia di Kancah Sepakbola

Foto: NRZ

Setahun membela akademi Atalanta, Barrow akhirnya mendapat kesempatan main di tim senior pada pertengahan musim 2017/2018. Memasuki 2018/2019, Barrow resmi menjadi bagian dari tim senior, meski baru sekedar pemain cadangan.

“Dirinya masih harus belajar lagi. Tapi di dalam kotak penalti dirinya memang berbahaya,” kata Kepala Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini. Mendapar hampir 1.400 menit selama satu setengah musim, Barrow terlibat dalam 12 gol Atalanta dari 43 penampilannya.

Gambia mungkin bukan negara yang populer lewat sepakbola. Tapi beberapa talenta terbaik mereka sudah diakui oleh dunia. Nama-nama seperti Hamza Barry (Hajduk Split), Ali Sowe (CSKA Sofia), Bakery Jatta (Hamburg), dan Bubacarr Sanneh (Anderlecht) ada di Eropa. Sanneh bahkan sudah tampil di Liga Champions.

Barrow akan semakin memperkuat eksistensi Gambia di dunia sepakbola. Dengan ataupun tanpa Atalanta. Pasalnya, Tottenham, Chelsea, Juventus, Inter Milan, dan Dortmund sudah mengincar jasanya.

“Atalanta mengontraknya hingga 2023. Barrow tidak akan kami lepas. Apabila ia pergi dari Atalanta, mungkin hanya sebagai pinjaman. Tapi itu juga sesuatu yang berisiko. Kita lihat saja nanti,” kata Sorrentino yang menjadi agen Barrow.