Akademi Liverpool sering kali dipandang sebelah mata di Premier League. Jika bicara soal akademi penghuni enam besar divisi tertinggi sepakbola Inggris, berkat kesuksesan ‘Class of 92’, Manchester United pasti jadi yang pertama keluar kepala. Padahal setidaknya sejak Steve McManaman diorbitkan pada 1990, the Reds juga tidak pernah kehabisan talenta.
Memang hanya ada beberapa pemain yang sinonim dengan akademi Livepool. Michael Owen, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher, misalnya. Tapi sekalipun John Flanagan, Andre Wisdom, dan Jadon Ibe, gagal mencapai level serupa, mereka tetap mendapat kesempatan yang cukup di Anfield. Setidaknya cukup untuk membuat kesebelasan lain meminati jasa mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, nama-nama seperti Raheem Sterling, Harry Wilson, hingga Trent Alexander-Arnold, muncul dari akademi akademi Liverpool. Alexander-Arnold bahkan sudah menjadi bek utama the Reds. Tak tergantikan di sisi kanan pertahanan Jurgen Klopp.
Pada musim 2018/2019, jika Alexander-Arnold tidak bisa dimainkan, Klopp harus mengisi pos itu dengan James Milner. Jordan Henderson yang sejatinya merupakan penyeimbang lini tengah juga pernah dipasang sebagai bek kanan karena Alexander-Arnold tidak dapat bermain.
Kontrak Milner akan berakhir di musim panas 2019. Glasgow Celtic dan Rangers disebut siap menampung jasa mantan pemain Aston Villa tersebut. Sementara Liverpool terlihat tertarik pada jasa bek Crystal Palace, Aaron Wan-Bissaka. “Wan-Bissaka adalah salah satu talenta paling menarik di Inggris,” puji Klopp menjelang pertandingan melawan the Eagles.
Namun Wan-Bissaka bukanlah talenta murah. Diincar berbagai kesebelasan, Crystal Palace diperkirakan hanya akan melepas jasanya dengan dana 35-40 juta pauns. Lebih mahal dari harga Sadio Mane saat didaratkan dari Southampton pada 2016. Klopp bisa saja membeli Wan-Bissaka. Mengingat dirinya dijanjikan uang belanja besar oleh Direktur Liverpool Billy Hogan.
Namun sebenarnya, ia bisa menghemat. Menggunakan uang tersebut untuk posisi lain. Bukan untuk mendatangkan Wan-Bissaka atau bek sayap lainnya. Pasalnya, akademi the Reds yang menjuarai FA Youth Cup 2018/2019 sudah mempersiapkan penerus Alexander-Arnold; Yasser Larouci, namanya.
Kisah Sukses 2018/2019
Foto: Cheshire Live
Didatangkan dari Le Havre pada awal musim 2017/2018, Larouci sebenarnya merupakan seorang penyerang sayap. Memiliki insting menyerang luar biasa, dirinya juga jadi seorang gelandang serang jika dibutuhkan. “Awalnya sulit untuk bermain sebagai bek. Saya senang menyerang. Tidak terlalu memikirkan pertahanan. Namun ternyata saya bisa menjalankan tugas dengan baik,” aku Larouci.
Ia dikonversi jadi bek oleh pelatih U18, Barry Lewtas setelah mempertimbangkan aspek-aspek terkuat dalam permainan Larouci. “Dia agresif, senang melakukan duel, mencari ruang gerak, dan maju membantu serangan. Dari situ saya merasa dia cocok jadi bek. Ternyata memang bisa. Larouci adalah kisah sukses kita musim ini,” kata Lewtas.
Pemain kelahiran Aljazair itu sempat kesulitan mendapat jam terbang di Liverpool karena masalah izin kerja. Padahal dirinya selalu ingin merantau dan menjalani karier sebagai pesepakbola profesional. Namun masalah izin kerja membuatnya tidak bisa tampil pada laga kompetitif.
“Saat dikontrak Le Havre, saya harus tinggal bersama orang tua. Tapi sejak dulu saya memang selalu bermimpi jadi pemain profesional dan merantau tidak menjadi masalah untuk menggapai hal tersebut,” kata Larouci.
Lebih Tinggi Dibandingkan Rodrygo dan Kubo
Foto: Paris Nomade
Pengalaman Larouci mungkin masih minim. Bahkan di level internasional, dirinya belum pernah dipanggil oleh tim nasional Algeria ataupun Prancis. Jangankan tim senior, untuk kelompok umur juga belum. Tapi, hal itu seharusnya tak menghalangi Klopp untuk angkat Larouci ke tim senior Liverpool.
Nama Larouci masuk ke dalam 60 pemain muda terbaik Guardian edisi 2018. Ia menduduki posisi puncak daftar tersebut. Dinilai lebih potensial dibandingkan Rodrygo Goes, ‘The Next Neymar’ yang sudah dipastikan membela Real Madrid. Ataupun Takefusa Kubo, ‘Messi dari Jepang’ yang diincar berbagai klub untuk kembali ke Eropa.
Larouci sudah terlihat lebih baik dibandingkan musim pertamanya berseragam Liverpool. Tampil 23 kali di tiga kompetisi berbeda dan terlibat dalam empat gol. Jauh lebih baik dari 14 penampilan dan satu kontribusi gol pada 2017/2018. “Dia sudah jauh lebih baik. Proses adaptasinya lancar. Ia mulai bisa Bahasa Inggris dan terus berlatih keras. Kepercayaan diri Larouci juga terus bertumbuh,” kata Lewtas.
Nama Yasser Larouci jelas bukan satu-satunya pemain akademi potensial yang layak dicoba ke tim senior Liverpool. Namun melihat kondisi the Reds, dia paling tepat untuk diorbitkan. Dibandingkan harus membeli Wan-Bissaka dengan harga mahal, lebih baik talenta akademi multi-fungsi seperti Larouci. Dirinya kini juga sudah menerima nasib sebagai bek, melapisi Alexander-Arnold.
“Saya rasa peluang terbaik di tim senior adalah sebagai seorang bek. Kiri atau kanan tidak masalah. Saya sebenarnya tidak memiliki masalah jika dimainkan di sisi lapangan. Untuk menyerang ataupun bertahan,” kata Larouci.