Uang Arab Tak Akan Mengubah Sampdoria dan Serie-A

Ada masanya Serie-A menjadi pusat perhatian sepakbola layaknya Premier League di era millennium. Ketika itu divisi tertinggi sepakbola Italia memiliki tujuh kesebelasan “elit” yang dijuluki sebagai Il Sette Magnifico. Ketujuh kesebelasan itu adalah Juventus, Napoli, Lazio, AS Roma, Fiorentina, Inter, dan AC Milan. Namun di luar tujuh itu, ada satu kesebelasan lain yang menonjol: Sampdoria.

Il Samp berhasil menjuarai Serie-A 1990/1991 dan menjadi finalis Liga Champions (European Cup) di musim berikutnya. Dibela pemain ternama seperti Roberto Mancini, Gianluca Vialli, dan Pagliuca, Sampdoria tunduk dari Barcelona di panggung tertinggi kesebelasan Benua Biru setelah Ronald Koeman menghantam tendangan gledek legendarisnya.

Setelah saat itu, Sampdoria tidak pernah sama lagi. Mereka sempat menjuarai Coppa Italia 1993/1994, namun terdegradasi ke Serie-B pada 1998/1999 setelah mengakhiri musim di posisi ke-16 klasemen akhir. Dalam kurun 10 tahun terakhir, Sampdoria pernah kembali ke divisi dua Italia pada 2011/2012, sedangkan catatan terbaiknya di Serie-A hanya peringkat tujuh.

Dibeli oleh Massimo Ferrero pada 2014, Sampdoria dijanjikan seorang pemilik yang peduli klub. “Saya adalah pendukung Sampdoria selama dua setengah tahun terakhir. Ini mimpi yang jadi kenyataan. Saya punya semua penghargaan di dunia perfilman. Sampdoria jadi penghargaan terakhir saya,” kata Ferrero.

“Saya hanya dapat mengucapkan terima kasih pada Edoardo Garrone–pemilik Sampdoria sebelumnya–dan keluarga karena selalu mengutamakan kepentingan Sampdoria,” lanjut seniman ternama Italia tersebut.

Sayangnya berbeda dengan Garrone, Ferrero lebih sering membuat dirinya menjadi bahan pembicaraan ketimbang mengembalikan Il Samp ke masa kejayaan. Ambisi itu sebenarnya ada. Rekor transfer Sampdoria yang sebelumnya dimiliki Giampaolo Pazzini ketika dibeli dari Fiorentina pada 2008/2009 berkali-kali dipecahkan Ferrero. Nama-nama seperti Manolo Gabbiadini, Luis Muriel, hingga Emil Audero didaratkan. Namun, gaya dan mulutnya yang bagaikan gudang garam merah menutupi semua itu.

Ia mengaku pernah diancam dibunuh oleh mantan presiden Palermo, Maurizio Zamperini. Dia juga pernah menyarankan Massimo Moratti untuk menendang Erick Thohir dari Inter Milan. Menyebut Thohir sebagai orang Filipina, bukan Indonesia. Ironis. Rekor pembelian Sampdoria saat ini adalah Emil Audero Mulyadi, keturunan Indonesia, yang mereka boyong dari Juventus dengan dana 20 juta euro.

‘Menolak’ Tawaran dari Amerika Serikat

Foto: Pinterest

Awal tahun 2019, rumor penjualan Sampdoria mulai muncul. Dilaporkan La Republicca, Il Samp disebut diminati grup investor asal Amerika Serikat dengan dana 100 juta euro. Ikon Sampdoria, Gianluca Vialli termasuk salah satu dari anggota investor tersebut. Akan tetapi, Ferrero masih mengelak. “Sampdoria tidak dijual. Tidak dengan dana 100 juta euro. Ketika Anda ingin menjual klub, semua harusnya dilakukan dengan diam-diam,” kata Ferrero.

Namun lama-kelamaan, Ferrero tidak bisa menutupi hal tersebut. Bahkan kini investor asal Amerika Serikat yang disokong Vialli, York Capital juga meminati Palermo. Kondisi Palermo lebih suram. Bahkan ada peluang mereka dibubarkan jika gagal menjadi peserta Serie-A 2019/20.

“Perusaahaan Amerika Serikat, York Capital minat untuk mengakuisisi klub. Tapi semuanya tergantung performa di lapangan. Promosi ke Serie-A adalah cara terbaik untuk menarik lebih banyak massa dan menyelamatkan klub,” kata Presiden Palermo Rino Foschi.

York Capital dan Ferrero masih bernegosiasi. Bahkan harga Sampdoria kini naik menjadi 130 juta euro. Mereka bukan satu-satunya peminat Sampdoria. Investor asal Arab Saudi juga meminati Il Samp. Sayangnya, dana yang ditawarkan investor Arab Saudi tersebut hanyalah 80 juta euro. Investor asal Saudi itu juga disebut mau membersihkan hutang 10.000 sampai 20.000 euro lebih awal ketimbang York Capital.

Belajar dari Everton

Foto: Independent

Sejauh ini, investor Saudi tersebut justru menjadi pelari terdepan untuk mengakuisisi Sampdoria. Kedatangan aliran dana asal Saudi, Tiongkok, atau Rusia, biasanya dikaitkan dengan transformasi klub. Sampdoria sepertinya tidak akan mendapatkan hal serupa.

Pasalnya, kekuatan Serie A sudah terbentuk. Juventus belum terlengserkan. Inter dan AC Milan sudah kembali ke performa terbaiknya. AS Roma, Atalanta, Napoli juga selalu jadi penghuni papan atas. Sangat sulit untuk Sampdoria kembali ke era-era Mancini dan Vialli.

Sekalipun York City yang disokong Vialli juga belum tentu dapat mengangkat Sampdoria. Kondisi Sampdoria akan mirip dengan Everton di Premier League. Ketika Everton diakuisisi Farhad Moshiri, dirinya ingin menjadikan the Toffees sebagai penantang piala di Inggris.

“Premier League adalah standard utama kami. Kita harus bisa kompetitif. Sangat bagus jika kita bisa memenangkan piala. Kesebelasan ini [Everton] belum spesial. Kita tak ingin hanya menjadi museum di Inggris,” kata Moshiri berharap mengangkat prestasi Everton seperti era 80-an.

Berbagai bintang didatangkan. Entah Wayne Rooney, Gylfi Sigurdsson, hingga Richarlison semua didaratkan ke Goodisson Park. Namun, Everton tetap gagal mengangkat posisi di Premier League. Tertutup oleh Manchester City, United, Arsenal, Tottenham, Arsenal, dan Chelsea. Persaingan sulit itu akan dihadapi Sampdoria juga sekalipun kedatangan uang dari Arab Saudi.