Latar Belakang Kekayaan Pemilik Klub Premier League (2): Investasi, Asuransi, Keuangan

Tidak semua orang kaya bisa jadi pemilik klub Premier League. Pada bagian pertama, kami menjelaskan latar belakang kekayaan pemilik klub Premier League yang berasal dari kalangan pengusaha dan konglomerat.

Di bagian kedua ini, kami akan menjelaskan latar belakang pemilik klub Premier League yang berasal dari bidang investasi, asuransi, dan keuangan.

Brentford: Penasehat para “penjudi” yang berhasil berjudi di sepakbola

 

Brentford adalah salah satu contoh “dongeng Cinderella” tentang bagaimana kesebelasan yang sepanjang sejarah berkutat di divisi bawah kemudian meraih mimpinya. Dibalik itu semua, ada peran penting dari Matthew Benham sang pemilik klub.

Benham merupakan lulusan Fisika Universitas Oxford. Berkat kelihaiannya, ia menjadi konsultan riset dan analisis yang intinya memberikan saran dan data bagi para penjudi lewat situsnya, SmartOdds. Tak lama setelahnya, ia membeli juga Matchbook.com, sebuah situs pertukaran taruhan (betting exchange).

Ternyata Benham banyak belajar, bahwa ada banyak keterkaitan serta keterikatan antara menguasai dunia taruhan olahraga dan menjalankan klub sepak bola. Hal ini karena data tersebut dapat digunakan untuk menemukan talenta-talenta yang diremehkan di pasar transfer (scouting), atau mengembangkan sistem taktikal.

Karena kecintaannya terhadap Brentford, ia menjadi penyelamat dengan memberikan memberikan investasi 500 ribu Paun pada 2006 yang menyelamatkan Brentford dari ancaman kebangkrutan. Uniknya, kala itu ia hanya mau disebutkan sebagai “investor misterius”. Setelahnya, semua menjadi sejarah. Brentford dikenal sebagai tim dengan keputusan transfer terbaik di Inggris dan menjadi tim yang berlaga di Premier League.

Selain Brentford, Matt Benham juga memiliki saham di FC Midtjylland, klub Superliga Denmark yang juga punya reputasi sebagai klub “Moneyball Sepakbola”.

Brighton & Hove Albion: Penjudi ulung yang pandai berinvestasi

 

Kalau ada yang tak menyukai lagu “Judi” dari Rhoma Irama, mungkin Tony Bloom adalah orangnya. Karena terbukti, ia mematahkan anggapan kalau berjudi hanya akan mendatangkan kemiskinan.

Tony Bloom sang pemilik Brighton, mendapatkan untung besar dari menjadi penjudi profesional dan pemain poker profesional. Ia banyak berjudi untuk pasar Asia kemudian sempat mendirikan rumah judi dan usaha properti. Namun, kekayaannya melesat drastis ketika mendirikan Starlizard, firma spesialis analisis dan saran bagi para penjudi.

Karena kecintaannya pada Brighton, klub yang ia cintai sejak kecil, Bloom menginvestasikan 360 juta Paun dari kantongnya sendiri untuk mengambilalih klub pada 2012. Sejak saat itu, Brighton bertumbuh perlahan dengan stadion baru, fasilitas latihan yang modern, dan memiliki salah satu akademi terbaik di Inggris.

Hal yang juga menarik adalah, pemilik Brentford, Matt Benham dulunya pernah bekerja kepada Tony Bloom sebelum mendirikan perusahaan analis judi sendiri.

Berkat kepiawaian dan sumber daya yang dimiliki pria berusia 53 tahun tersebut, kini Brighton memiliki strategi transfer paling brilian –contohnya mendatangkan Moses Caicedo dan Kaoru Mitoma– serta mampu bermain di kompetisi Eropa pada musim depan.

Bournemouth: Pemilik perusahaan asuransi  

 

Klub yang kembali promosi ke Premier League musim depan ini juga salah satu yang dimiliki oleh pemilik asal Amerika Serikat. Namun, Bill Foley adalah salah satu yang berbeda karena bukan berlatar belakang investor finansial, melainkan asuransi.

Foley mengawali karier di akademi militer Amerika Serikat, USMA. Setelah menjadi second lieutenant (letnan dua) di US Air Force, ia kemudian melanjutkan pendidikan hukum di The University of Washington dan kemudian berkarier sebagai pengacara hukum korporat.

Sejak masih di akademi militer, Foley rajin berinvestasi saham dan meraih puluhan ribu dolar pada saat waktu senggang. Kekayaannya melesat setelah menjadi tokoh kunci dari Fidelity National Financial, sebuah perusahaan penyedia layanan asuransi yang merupakan salah satu yang terbesar di Amerika Serikat.

Sebelumnya, pria 78 tahun ini sudah memiliki klub hoki NHL, Vegas Knights dan saham di kesebelasan Ligue 1 Prancis, FC Lorient.

Burnley: Akhir era pengusaha lokal dan awal masuknya kepemilikan asing

 

Selama lebih dari 1 abad berdirinya kesebelasan berseragam merah anggur dan biru langit, mereka selalu didanai oleh pengusaha lokal Burnley. Sialnya, di musim masuknya investasi asing itulah, Burnley terdegradasi ke Championship.

Kecemasan pendukung Burnley tentang stereotip investor Amerika Serikat yang cenderung pelit dan “tak tahu apa-apa tentang sepakbola” perlahan pupus setelah melihat perkembangan yang terjadi di Burnley. Terutama setelah masuknya Vincent Kompany di kursi manajer.

Burnley kini dimiliki oleh ALK Capital, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang investasi media dan olahraga. Sosok dibaliknya adalah Alan Pace, ahli finansial dan inovator teknologi olahraga. Sebelum menjadi Managing Partner di ALK Capital, Pace adalah Head of Sales and Client Solutions di salah satu divisi di Citibank.

Dalam bidang olahraga, Alan Pace juga menjadi sosok yang memperkenalkan produk teknologi untuk rekrutmen pesepakbola, AiScout dan Player Lens ke pasar Inggris.

Chelsea: Ahli finance, pembeli aset, dan pembuat untung andal

 

Saat perang Ukraina-Rusia berkecamuk, tak ada fans Chelsea yang pernah menyangka apa konsekuensi yang mereka hadapi kedepannya. Hal yang paling terberat adalah kehilangan Roman Abramovich, sang penyelamat Chelsea.

Kepergian Abramovich dan kedatangan seorang Amerika bernama Todd Boehly di bawah bendera konsorsium BlueCo jelas mengubah semuanya. Boehly bersama Mark Walters yang sebelumnya dikenal sebagai pemilik klub bisbol MLB, Los Angeles Dodgers dan klub basket NBA, LA Lakers adalah ahli dalam membeli aset dan menjualnya dengan profit besar.

Di awal kariernya, Boehly pernah bekerja sebagai bankir di Citibank kemudian di Credit Suisse First Boston. Pada 2015, Boehly mendirikan Eldridge Industries, konglomerasi yang bergerak dalam bidang investasi. Eldridge melakukan investasi di berbagai industri diantaranya: asuransi, manajemen aset, teknologi, olahraga, media, real estat, dan sektor konsumen.

Boehly masuk dalam daftar Los Angeles Business Journal dari 500 orang paling berpengaruh dari 2017 hingga 2021. Pada tahun 2022, dia masuk dalam daftar “Forbes 400” dan “Bloomberg 50” ke dalam daftar orang paling berpengaruh dalam bisnis global.

Tottenham Hotspur — keberuntungan Black Wednesday, investasi dan pedagang valas

Sebagian besar pasti banyak menyangka bahwa Daniel Levy adalah bos besar Tottenham Hotspur, namun nyatanya tidak demikian. Spurs punya sosok misterius dibalik kepemilikan klubnya, dan ia adalah Joe Lewis.

Lahir dari latar belakang keluarga Yahudi, Lewis meninggalkan sekolah pada usia 15 tahun untuk membantu menjalankan bisnis katering milik ayahnya, Tavistock Banqueting. Ketika dia mengambil kendali, dia dengan cepat mengembangkannya dengan menjual barang-barang mewah kepada turis Amerika. Dia kemudian menjual bisnis tersebut pada tahun 1979 untuk mendapatkan kekayaan awalnya.

Setelah menjual bisnis keluarga pada akhir 1970-an, Lewis pindah ke perdagangan mata uang pada 1980-an. Ia kemudian mendirikan Tavistock Group, sebuah grup investasi yang kini bergerak di dalam banyak sektor mulai dari jasa keuangan, restoran, barang mewah, energi, serta olahraga.

Pada bulan September 1992, Lewis bekerja sama dengan triliuner George Soros untuk bertaruh pada jatuhnya Paun dari Mekanisme Nilai Tukar Eropa. Peristiwa yang dijuluki Black Wednesday itu membuat Lewis sangat kaya raya. Beberapa orang berpendapat bahwa dia menghasilkan lebih banyak uang dari acara tersebut daripada Soros.Lewis masih menjadi pedagang valuta asing yang aktif. Dalam Sunday Times Rich List terbaru, Lewis berada pada urutan ke-41 dengan perkiraan kekayaan bersih sebesar 4,3 miliar Paun.

Pengusaha berusia 86 tahun itu juga mendirikan ENIC, yang berinvestasi di banyak klub sepakbola, termasuk Slavia Praha, Rangers FC, dan AEK Athens. ENIC juga memasukkan uang ke dalam perangkat lunak, hiburan, dan bisnis lainnya.

Lewis memilih lulusan Cambridge yang saat itu berusia awal tiga puluhan untuk menjalankan kerajaannya: Daniel Levy. Grup milik Lewis ini membeli saham utama di Spurs pada tahun 2001 dari Alan Sugar, yang digantikan oleh Levy sebagai chairman, dengan ENIC menjadi pemegang saham mayoritas.