Masa Depan Sepakbola Italia Usai Dihapuskannya The Growth Decree

Decreto Crescita atau The Growth Decree dianggap memberikan kemajuan bagi kompetisi sepakbola Italia. Aturan yang memberikan potongan pajak pendapatan ini membuat Liga Italia diharapkan bisa bersaing dengan Premier League maupun La Liga; dengan cara menarik talenta terbaik ke Italia.

Namun, Pemerintah Italia memilih untuk tidak memperpanjang aturan tersebut. Hal ini ditanggapi dengan sinis oleh Presiden Lazio, Claudio Lotito.

“Ini adalah langkah yang sangat bodoh,” kata Lotito.

Masalahnya sebenarnya bukan pada pemain, tapi pada klub. Pemain top bisa-bisa saja main di Italia. Namun, klub yang harus menanggung kerugiannya dengan membayar pajak yang lebih besar.

Lantas, apa dampak dari tidak dilanjutkannya The Growth Decree di Italia?

Baca juga: Soal Aturan The Growth Decree di Sepakbola Italia

Pendapatan Pajak Penerimaan Berkurang

Dalam tulisan sebelumnya, dijelaskan kalau pemain bergaji 20 juta euro sebenarnya digaji 35 juta euro oleh klub. Namun, karena The Growth Decree, klub hanya mengeluarkan 25 juta euro. Soalnya, negara memberi diskon pajak pendapatan hingga setengahnya.

Contohnya, Roma menghemat hingga 21 juta euro pada musim 2023/2024 karena Growth Decree. Pun dengan Milan yang menghemat 20 juta euro, Juventus 17 juta euro, dan Napoli 14 juta euro.

Kalau klub enggan menggaji pemain top yang berbiaya mahal, mereka akan tergantikan dengan pemain lokal yang secara gaji lebih rendah. Gaji yang rendah berarti penerimaan pajak yang lebih rendah pula.

Berdampak pada Serie A

Mendatangkan pemain top berarti meningkatkan, bukan cuma kualitas klub tapi juga liga. Klub Serie A tidak mendapatkan uang sebanyak klub Premier League setiap musimnya. Pendapatan dari televisi tidaklah sebesar di Inggris. Oleh karena itu, Decreto Crescita membantu finansial klub untuk tidak mengeluarkan gaji terlalu tinggi buat pemain asing atau pemain yang sesuai kriteria.

Selain dari tv, mayoritas klub Serie A tidak seperti liga lain yang punya stadion sendiri. Hal ini membuat mereka tak bisa mendapatkan pendapatan lain di luar tiket di hari pertandingan. Sehingga, dalam hal persaingan mendapatkan pemain top, mereka akan kepayahan melawan tawaran dari Inggris.

Tanpa Decreto Crescita, klub Italia akan kian kepayahan mendatangkan pemain top. Dampaknya, kualitas liga relatif akan menurun. Mereka akan kesulitan bertanding di kompetisi Eropa melawan klub dari liga yang lebih kompetitif.

Hal ini terlihat dari koefisien UEFA tim Italia. Dikutip dari Football Italia, dari 2015-2019, koefisien klub Italia rata-rata 12.759 permusim. Sementara setelah diterapkan, klub koefisiennya rata-rata 17.321.

Puncaknya terjadi musim 2022/2023 lalu di mana klub Serie A mencatatkan 22.357 koefisien! Ini terjadi saat tiga klub Italia mencapai final kompetisi Eropa: Inter di Liga Champions, Roma di Europa League, dan Fiorentina di Conference League.

Ini pula yang dibilang Lotito bahwa tiga tim Serie A di final kompetisi Eropa adalah bukti bahwa Decreto Crescita penting buat kompetisi domestik mereka sendiri.

Soal Siaran Televisi

Alasan mengapa Premier League diminati adalah karena di tim semenjana pun mereka masih punya pemain yang dikenal. Ini bisa jadi karena faktor pendapatan klub Premier League yang luar biasa besar dari siaran televisi.

Di sisi lain, saat Italia ingin mengikuti jejak Premier League dengan meningkatkan nilai siaran televisi, mereka justru berpeluang menghilangkan para pemain top. Padahal, penonton non fans klub tertentu menonton liga karena pemain bintang. Mereka-lah magnetnya.

Ambil contoh Liga Prancis di mana pertandingan yang melibatkan Paris Saint-Germain biasanya diminati. Namun, untuk klub lain peminatnya lebih sedikit. Ini karena banyaknya pemain top dalam skuad PSG tersebut.

Berkurangnya pemain top justru akan mengurangi nilai dari siaran tv itu sendiri.

Berkembangnya Pemain Muda

Salah satu penentang dari Decreto Crescita adalah Asosiasi Pesepakbola Italia. Mereka menganggap kalau aturan tersebut membuat pemain muda Italia menjadi sulit naik ke Serie A. Soalnya, klub lebih memilih pemain asing ketimbang merekrut pemain asli Italia.

Agen pemain, Federico Pastorello, menyebut kalau Decreto Crescita tidaklah adil untuk pemain Italia atau mereka yang sudah di Italia. Ia dan segenap pihak di Asosiasi Agen Sepakbola Italia, berusaha untuk melawan aturan tersebut.

“Sejauh yang kami ketahui, ini tidak adil bagi pemain Italia atau mereka yang sudah berada di Italia. Terjadi disparitas perlakuan yang terlalu kentara, terlalu besar, sehingga pemilihan pemain lebih bersifat ekonomi dibandingkan berdasarkan keahlian.”

“Kadang-kadang, kami melihat pemain-pemain yang tiba di Italia tidak layak mendapatkannya dibandingkan mereka yang sudah hadir. Ada risiko yang sangat besar yaitu terbuangnya aset-aset sepakbola Italia, karena berkat keputusan ini, dampak pemain asing terhadap gaji tidak terlalu besar,” kata Pastorello.

Namun, Pastorello juga mengakui kalau dicabutnya The Growth Decree ini akan berpengaruh pada kompetisi tim Serie A di bursa transfer. Ia menyebut kalau sejumlah pemain bisa pindah ke Italia karena Growth Decree ini.

“Tanpa insentif ini, mereka tidak akan memiliki posisi tawar yang sama,” terang Pastorello.

Namun, Pastorello merasa kalau bakat Italia sudah terlalu menderita karena aturan ini. Ia bilang kalau pemain top mungkin akan sulit datang ke Italia. Namun, posisi mereka akan tergantikan dengan pemain muda Italia yang punya kesempatan lebih baik untuk bermain di Serie A.

“Jadi dalam jangka panjang, ini bisa menjadi strategi kemenangan,” tutup Pastorello.

Sumber: Forbes