Polemik Tradisi Athletic Bilbao yang Merambah ke Femenina

Foto: Mundo Deportivo

Athletic Bilbao, kesebelasan ini sering kali disebut sebagai kebanggaan penduduk Basque. Berkat tradisi mereka, talenta-talenta asli Basque memiliki kesempatan unjuk gigi di level tertinggi sepakbola Spanyol. Athletic tentu bukan satu-satunya kesebelasan sepakbola di Basque. Namun, mereka adalah satu-satunya klub yang masih mempertahankan kebijakan eksklusif Basque dalam perekrutan pemain. Tidak hanya untuk tim pria, tapi juga di divisi perempuan.

Tradisi ini dulu juga digunakan oleh Real Sociedad. Namun semenjak John Aldridge datang pada 1989, tradisi itu ditanggalkan. Keteguhan Athletic pada tradisi Basque menjadi daya tarik tersendiri di dunia sepakbola. Bahkan terkadang menutupi prestasi mereka sebagai salah satu kesebelasan yang belum pernah terdegradasi dari La Liga.

Setiap kali terjadi sebuah pergesaran dari tradisi itu, pasti ada saja polemik. Contohnya dengan kedatangan Bibiane Schulze di Femenino. Dengan nama seperti itu, Schulze tentu tidak terlihat seperti pemain keturunan Basque dan dia memang lahir di Jerman. Membela tim nasional Jerman dan 1.FFC Frankfurt sebelum diboyong Athletic.

Akan tetapi, menurut Jérémy Lequatre-Garat dari Furialiga, jika garis keturunan Schulze ditarik cukup jauh, akan terlihat nama José María Belauste di pohon keluarganya. Belauste adalah mantan gelandang kelahiran Bilbao dan salah satu pendiri sepakbola profesional di Spanyol. Jika Schulze lahir dari keturunan Belauste, pasti dirinya memiliki darah Basque.

Sayangnya, hal ini ditolak oleh suporter Las Leonas, Athletic EUP. “Athletic memiliki tradisi; Bahwa hanya mereka yang lahir ataupun memulai karier di daerah Athletic boleh membela klub ini. Kami meminta Kepala Direksi Athletic Aitor Elizegi untuk membatalkan perekrutan gelandang Jerman, Bibiane Schulze Solano, karena tidak sesuai dengan filosofi,” tulis EUP dalam pernyataan resmi mereka.

Namun Elizegi tidak bergeming. Schulze tetap didatangkan oleh Athletic. Sekalipun pihak suporter sudah menolak. Sekalipun badan penasihat klub meminta Elizegi mendengarkan permintaan EUP.

Mundur ke 1960-an

Foto: Inside Athletic

“Bukan hak ataupun tugas saya untuk menentukan siapa orang Basque atau bukan. Tapi bagaimana ceritanya pemain yang baru datang ke daerah ini pada usia 17 tahun diizinkan mengenakan seragam tim. Sementara keturunan dari mantan pemain Athletic dilarang?,” kata Elizegi.

Tradisi yang dipermasalahkan sebenarnya juga sudah dilanggar di tim pria mereka. Athletic disebut hanya mengizinkan pemain kelahiran ataupun binaan daerah mereka. Namun saat bicara ‘daerah mereka’, area itu tak terbatas di Bilbao saja. Andaikan ada seorang pemain yang memulai kariernya bersama klub Basque lain seperti Barakaldo, Osasuna, atau Real Sociedad, mereka juga diizinkan membela Athletic.

Menolak Schulze karena dirinya tidak tumbuh besar di area Basque sama saja mendorong klub kembali ke era 1960-an, masa-masa Miguel Jones. Beda dengan Schulze, Jones besar di area Bilbao. Namun dirinya ditolak karena baru mendarat di Spanyol ketika usia empat tahun.

Sejak saat itu, tradisi Athletic sudah mulai bergeser. Membuka ruang untuk pemain-pemain akademi dari klub Basque lain. Bahkan mengizinkan Cristian Ganea yang lahir di Romania bahkan ikut mengarungi La Liga 2018/2019 bersama Los Leones. Ganea bahkan tak punya darah Basque, hanya pindah dari Romania di usia muda saja. Sementara Schulze ada darah Basque di keluarganya.

“Bibiane hanya ingin bermain di rumah dan tempat itu adalah Athletic. Tidak ada tempat lain,” ungkap Ibu Schulze. “Dulu dirinya sering menghabiskan waktu di sana. Berkunjung, menginap di rumah kakek dan neneknya,” lanjut Sang Ibu.

Awal Mula Tradisi

Foto: Furialiga

Dengan demikian, tidak ada alasan lagi untuk menolak Schulze. Dia ‘tumbuh besar’ di Basque. Dia juga punya darah Basque dari keluarganya. Tidak memulai karier bersama klub asal Basque seharusnya bukan masalah.

Lagipula jika bicara soal tradisi Athletic, harus diingat juga bahwa mereka dulu sering dibela pemain-pemain Inggris. Sebelum tradisi yang saat ini berlaku diterapkan, Athletic membuka diri kepada pemain-pemain asing. Ketika Asosiasi Sepakbola Spanyol menutup ruang untuk pemain asing, barulah tradisi tersebut diciptakan.

Bahkan Josu Turuzeta, penulis buku ‘El Athletic Club, origen de una leyenda’ atau dalam Bahasa Indonesia ‘Athletic Club, asal usul legenda’, Los Leones sebenarnya tidak punya niatan untuk melanjutkan tradisi tersebut. Sayangnya, kondisi ekonomi mereka kurang mendukung.

“Setelah perang saudara selama dua dekade, pemain asing diizinkan kembali bermain di Spanyol. Namun kondisi Athletic berantakan. Mereka sama sekali tidak punya uang untuk mendatangkan pemain. Akhirnya, mereka memaksimalkan 11 desa di daerahnya,” ungkap Turuzeta.

“Pada 1958, mereka mengalahkan jawara Eropa, Real Madrid 2-0. Itu adalah cerita indah: ’11 Desa menembus batu’. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk terus menggunakan kebijakan tersebut. Hanya mengizinkan pemain Basque membela klub, menjadikan hal itu sebagai identitas klub,” jelasnya.

Sikap dan keteguhan Athletic memang cerita yang luar biasa. Namun menolak Schulze justru tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diambil dari sikap mereka sejauh ini. Menolak Schulze sama saja tidak memberikan tempat kepada talenta Basque. Padahal itulah yang selalu menjadi nilai jual Athletic. Memberi tempat untuk talenta daerah mereka. Entah dari garis keturunan, jebolan akademi, ataupun imigran.