Cara Wolverhampton Merusak Tatanan Penguasa Liga Inggris

Foto: Talksport.com

Menduduki peringkat ketujuh sementara Premier League 2018/2019 dengan 15 kemenangan dan sembilan kali imbang dari 36 pertandingan, Wolverhampton Wanderers berpeluang jadi wakil Inggris di kompetisi antarklub Eropa 2019/2020. Apabila Manchester City menjuarai Piala FA, tiket Liga Europa yang disiapkan untuk juara turnamen akan jatuh ke tangan Diogo Jota dan kawan-kawan.

“Kami belum memikirkan kompetisi Eropa. Setidaknya sampai musim ini resmi berakhir. Saya mungkin satu-satunya orang di Inggris yang mengetahui bahwa peringkat ketujuh tak berarti apa-apa. Kesebelasan ini masih perlu jadi lebih baik lagi dan kami akan melakukan hal itu terlebih dulu,” kata Manajer Wolves Nuno Espirito Santo.

Meski Santo tak memikirkan kompetisi Eropa, bermain di Liga Europa ataupun Champions sudah menjadi target Wolves. Setidaknya sejak diakuisisi oleh Fosun, Wolverhampton telah mengincar papan atas Premier League. Dengan tiket ke kompetisi antar klub Eropa sebagai bonusnya.

Baca juga: Keberhasilan Wolverhampton: Buah Cinta Tiongkok dan Portugal

“Kami sudah melakukan investasi di klub ini. Investasi yang kami jalani secara serius. Kami tak ingin Wolves hanya sekedar ada di Premier League. Kami juga harus memberi dampak besar kepada liga. Kami ingin memenangkan Premier League. Bukan menjadi kesebelasan yang berjuang terhindar dari degradasi,” kata Direktur Manajer Wolves Laurie Dalrymple.

“Wolves punya kesempatan besar dan orang-orang yang tepat untuk melakukannya. Kami harus bisa menjadikan ambisi ini sebagai kekuatan. Masuk ke dalam enam besar Premier League dan mewakili Inggris di kompetisi antar klub Eropa,” kata Direktur Olahraga Wolves Kevin Thelwell.

Fosun tidak terburu-buru meminta hasil kepada Wolves. Mereka memberikan waktu tujuh tahun kepada Nuno Santo. Pada tahun pertama di Premier League, Wolves berhasil lolos ke semi-final Piala FA dan berpeluang mendapatkan operan tiket Liga Europa. Modal berharga untuk memenuhi target.

Tidak ada Kejutan di Musim Kedua

Foto: Independent

Tapi sikap Santo yang tidak mau bicara banyak tentang peluang Wolves di Liga Europa 2019/2020 juga perlu dimaklumi. Pertama, Watford masih memiliki peluang untuk keluar menjadi juara Piala FA. Kedua, kesebelasan yang biasanya menjadi kuda hitam di Premier League selalu gagal mempertahankan performa mereka di musim selanjutnya.

Hal ini pernah terjadi kepada Swansea, Leicester City, Southampton, dan tetangga Wolves, West Bromwich Albion. Swansea City menjuarai Piala Liga pada 2012/2013. Namun hanya duduk di peringkat 12 klasemen akhir di musim berikutnya. Southampton menjadi wakil Inggris di Liga Europa selama 2015-2017.

The Saints gagal mempertahankan status itu sampai akhirnya harus berjuang di papan bawah. Hal serupa bisa dikatakan pada Leicester dan West Brom. Pada dasarnya, setiap kesebelasan tidak memiliki jaminan untuk bisa jadi langganan kompetisi antar klub Eropa.

Jika ada yang berpikir bahwa Wolves hanya beruntung bisa mencapai peringkat tujuh klasemen Premier League, itu juga wajar. Mengingat sejarah sudah membuktikan bahwa status kuda hitam sangat sulit untuk dipertahankan. Tidak ada lagi faktor kejutan di musim kedua atau ketiga. Pada akhirnya enam besar Premier League akan itu-itu saja. Manchester City, United, Liverpool, Arsenal, Chelsea, dan Tottenham.

Kesengsaraan Klub Lain

Foto: Daily Post

Namun melihat kondisi Premier League saat ini, bukan tidak mungkin ambisi Wolves jadi kenyataan. Tottenham bisa naik menjadi salah satu kesebelasan elit Premier League karena Arsenal dan Liverpool sempat menjalani musim yang buruk. Membangun momentum dari kesengsaraan kesebelasan lain dan akhirnya diperhitungkan oleh dunia.

Peluang yang sama terbuka untuk Wolves. Musim 2018/2019 telah menjadi modal awal yang berharga bagi mereka. Kini tinggal memaksimalkan keterpurukan Manchester United, Arsenal, atau mungkin Chelsea untuk bisa masuk ke tatanan elit Premier League.

Jika melihat klasemen Premier League, ketiga kesebelasan itu mungkin masih ada di enam besar. Chelsea, Arsenal, dan Manchester United sudah dipastikan akan jadi wakil Inggris di kompetisi Eropa 2019/2020. Tinggal masalah Liga Europa atau Champions saja yang harus diselesaikan.

Chelsea memimpin perebutan tiket Liga Champions dengan menduduki posisi empat sementara. Namun mereka hanya berjarak satu poin dari Arsenal dan dua dengan Manchester United yang duduk di zona Liga Europa. Dengan tiga laga tersisa bagi tiap kesebelasan tersebut, the Blues belum tentu lolos ke Liga Champions.

Chelsea juga sedang goyah dengan berbagai rumor menyelimuti masa depan Eden Hazard dan Maurizio Sarri di Stamford Bridge. Hal serupa juga bisa dikatakan untuk Arsenal. Unai Emery belum menemukan bentuk terbaiknya untuk memulai era pasca Arsene Wenger di Arsenal. Bedanya, Arsenal tak harus berhadapan dengan embargo transfer seperti Chelsea.

Puasa Gelar Manchester United

Foto: INews.co.uk

Sementara Manchester United, meskipun sempat bangkit di awal-awal penunjukkan Ole Gunnar Solskjaer, bulan madu mereka bersama ‘The Baby Face Assassin’ telah berakhir. Menelan tiga kekalan beruntun dari Barcelona, Everton, dan Manchester City.

Solskjaer memberikan efek nostalgia kepada pendukung Manchester United. Ia-pun ikut mendukung hal tersebut. Sering kali berkaca ke masa lalu, era Sir Alex Ferguson untuk membangun timnya. Namun hal ini membuat sebagian orang gerah.

“Ole perlu melupakan Sir Alex. Sekarang, dia manajer Manchester United. Bukan Ferguson. Dirinya harus berani menjadi diri sendiri. Jangan terlalu terpaku pada cara Fergie,” ungkap Paul Ince. “Kita perlu menjadi lebih baik lagi. Jika terus seperti ini, Manchester United bisa mengalami puasa gelar seperti Liverpool,” tambah Roy Keane.

Keane dan Ince pernah diasuh Ferguson, namun mereka juga ragu kepada Solskjaer. Keane menambahkan bahwa Solskjaer bukan satu-satunya yang perlu disalahkan. Menurut Keane mantan penyerang Norwegia itu hanyalah korban. Manchester United tak punya pemimpin dan itu membuat mental mereka melemah.

Perlu waktu untuk menghapus efek tersebut. Sementara waktu, posisi Manchester United di enam besar Premier League juga bisa diragukan. Dengan situasi seperti ini, tidak ada kesebelasan yang lebih layak mengisi kekosongan tersebut selain Wolves.

Mereka punya modal finansial kuat, pelatih cerdik, pemain berkualitas, dan ambisi. Naik adalah satu-satunya jalan yang akan mereka tempuh dalam beberapa musim ke depan.