West Ham United resmi memperkenalkan dpembelian termahal mereka sepanjang sejarah klub, Sebastien Haller. Penyerang asal Prancis tersebut ditebus dari Eintracht Frankfurt dengan dana 45 juta Euro dengan the Hammers.
“Pihak SGE sudah menyetujui kondisi transfer Sebastien Haller ke West Ham. Ia sekarang bisa berangkat ke London untuk tes medis. Jika semua berjalan lancar, Haller akan menjadi pemain West Ham,” tulis pihak klub.
Bedasarkan laporan Guardian, biaya yang harus dibayarkan West Ham ke Eintracht bisa naik menjadi 50 juta Euro di kemudian hari. Jumlah itu melebihi dana yang digelontorkan mereka untuk Felipe Anderson di musim panas 2018.
Anderson diboyong Manuel Pellegrini dengan dana 38 juta Euro dari Lazio. Dia kemudian menandatangani kontrak hingga 2022 di London Stadium dan berpeluang untuk memberi Biancocelesti tambahan 9,5 juta Euro apabila performanya memuaskan.
Total, Lazio memiliki kemungkinan untuk mendapat 47,5 juta Euro dari West Ham setelah menjual Anderson. Masih terpaut 2,5 juta Euro dari potensi dana yang bisa diraih Eintracht dari Haller. Bahkan untuk ukuran Premier League sekalipun, 50 juta Euro tergolong besar. Apalagi untuk West Ham.
Bedasarkan data Transfermarkt pada 17 Juli 2019, dana tersebut akan membuat Haller masuk pembelian termahal ke-empat Premier League 2019/2020, melebihi Raul Jimenez (Wolverhampton Wanderers) dan Youri Tielemans (Leicester City) yang sudah terbukti bisa mengatasi tekanan divisi tertinggi sepakbola Inggris.
Mudah Beradaptasi
Foto: Sport Witness
Teruji di Premier League sering kali menjadi kunci dalam pergerakan transfer tim peserta. Bukan berarti mereka yang baru mendarat di Inggris tidak memiliki peluang sukses, tapi risikonya terlalu tinggi. Hal ini bahkan disebut Danny Murphy sebagai alasan utama Fulham terpuruk di 2018/2019.
“Mereka seharusnya lebih baik lagi dalam memilih pemain. Manajer yang sudah tepat, terbukti membawa klub promosi. Tapi mendatangkan kenapa harus membawa pemain-pemain yang belum terbukti di Premier League? Pemain seperti Luciano Vietto, Jean-Michael Sarri, belum pernah main di sini,” kata mantan kapten the Cottagers tersebut.
Namun jika melihat catatan Haller, seharusnya pengalaman yang minim tidak menjadi masalah. Ketika pertama meninggalkan Prancis untuk bergabung dengan FC Utrecht di Belanda, ia langsung mencetak 11 gol dalam setengah musim. Terlibat dalam 16 gol dari 17 penampilan. Kemudian musim pertamanya di Eintracht, dirinya ikut terlibat dalam 20 gol dalam 36 laga. Meski tanpa pengalaman, Haller sepertinya mudah beradaptasi.
Haller sendiri bahkan mengakui kemampuan adaptasinya adalah salah satu dari nilai jual yang ia miliki. “Saya bisa main di kompetisi apapun selama diberi kesempatan. Hal paling penting bagi saya adalah membantu tim serta cepat dan tepat dalam mengambil keputusan di atas lapangan,” jelas Haller.
“Saya pasti selalu ingin mencetak gol, tapi tim akan selalu menjadi yang utama,” lanjutnya. Melihat kontribusinya selama membela Utrecht dan Eintracht, jelas ucapan tersebut bukan bualan belaka.
Kehadirannya di lini depan tentu akan menambah kualitas the Hammers. Mark McAdams, Alice Pipper, dan Michael Bridge dari Sky Sports bahkan mengatakan bahwa Haller adalah bukti bahwa West Ham ingin bersaing untuk meraih tiket ke turnamen antar klub Eropa.
Tertahan di Level yang Sama
Foto: LADBible
West Ham mungkin akan sangat terbantu dengan kehadiran Haller. Namun, bagi penyerang kelahiran 22 Juni 1994 itu, London Stadium nampaknya bukan pelabuhan terbaik. Apalagi saat Manchester United juga meminati dirinya.
Mewakili Inggris di kompetisi antar klub Eropa sudah menjadi target the Hammers sejak mendapat hak penggunaan London Stadium pada 2016. Tapi tiga musim berlalu, mereka selalu gagal. Sempat dua kali mendapatkan tiket Liga Europa dan selalu gagal masuk ke fase grup. Kandas di babak kualifikasi ketiga melawan klub Romania, Astra Giurgiu pada 2016/2017. Kemudian dihentikan klub yang sama di babak playoff satu musim kemudian.
Haller sudah membantu Eintracht menjadi kesebelasan yang diperhitungkan di Jerman. Terlepas dari lampu sorot yang menyinari Luka Jovic, Haller sebenarnya punya kontribusi yang lebih besar dibandingkan penyerang asal Serbia tersebut. Jika Jovic bisa mendapat kontrak di Real Madrid, mustahil Haller hanya menarik minat West Ham.
Manchester United juga sebenarnya tidak bermain di Liga Champions pada 2019/2020. Tapi setidaknya the Red Devils mendapatkan jatah Liga Europa. Tantangan yang diberikan juga berbeda. Apabila West Ham masih mengincar posisi seperti Eintrach, Ole Gunnar Solksjaer ingin mengembalikan Manchester United ke habitat mereka. Kembali jadi raksasa Premier League layaknya era Sir Alex Ferguson.
Ini adalah tantangan yang tepat bagi Haller setelah membantu Eintracht di Jerman. Dia seharusnya ‘naik level’ bukan kembali ke situasi yang sama seperti 2017/2018, saat baru mendarat di Frankfurt.
Bom Waktu
Foto: Bundesliga
Manchester United kabarnya harus menunggu keputusan Romelu Lukaku sebelum mulai mendekati Haller. Sejak musim 2018/2019 berakhir, Lukaku dikaitkan dengan Inter Milan. Butuh waktu dua bulan, namun peluang Lukaku meninggalkan Old Trafford semakin besar setelah Inter menawarkan 60 juta Pauns kepada Manchester United.
Jika Lukaku pada akhirnya hengkang, Haller seharusnya bisa menjadi pengganti di lini depan. Sayangnya, ia justru lebih dulu ke West Ham. Entah keputusan dari Eintracht atau Haller. Tapi hal ini seperti terburu-buru dan justru berpotensi merugikan Haller dan West Ham. Terutama West Ham.
Musim 2019/2020 akan menjadi musim ke-empat mereka mencoba menembus zona Eropa Premier League. Dalam kurun waktu tersebut, the Hammers sudah gagal mempertahankan dua pemain andalan mereka, Dimitri Payet dan Marko Arnautovic. Keduanya memunculkan drama dan berita miring terkait atmosfer ruang ganti. Semua karena ambisi tidak sesuai dengan realita. Ada kemungkinan hal itu terjadi lagi dengan Haller sebagai aktor utama.
Haller jelas pembelian bagus untuk West Ham. Namun, ia juga dikenal sebagi pemain yang ambisius. Ambisi bahkan menjadi alasan utamanya meninggalkan Auxerre. “Waktu bermain untuk Auxerre, saya masih muda. Mereka tak ingin melepas saya ke sesama klub Ligue 2. Tapi saya juga ogah turun ke divisi tiga. Bagi saya hal itu adalah sebuah kemunduran,” aku Haller.
Jika Haller gagal, West Ham tentu rugi memecahkan rekor mereka. Akan tetapi, apabila Haller sukses menjadi predator gawang Premier League dan West Ham tetap gagal untuk memenuhi ambisi, ia akan jadi bom waktu. Hanya ada satu jalan bagi mereka. Jalan yang sama dan selalu gagal dilalui dalam tiga musim terakhir.