Alasan FIGC Tak Perlu Gusar Cari Pelatih Baru Italia

Entah apa yang ada di dalam benak Federasi Sepakbola Italia (FIGC) ketika akhirnya menunjuk Giampero Ventura sebagai pelatih Italia. Meskipun beliau adalah guru dari beberapa pelatih Italia lainnya, salah satunya Antonio Conte, tapi catatan prestasi Ventura berada di bawah muridnya itu.

Ventura belum pernah menjuarai sebuah kompetisi di papan atas. Padahal masih banyak pula pelatih Italia berprestasi di luaran sana sedang menganggur. Di antaranya adalah Fabio Capello, Roberto Mancini dan lainnya yang pernah merebut gelar juara divisi teratas sebuah liga maupun piala domestik.

Mengapa FIGC Menunjuk Ventura Sebagai Pelatih Italia?

FIGC seolah bereksperimen kepada Italia atas penunjukan Ventura. Harapannya adalah munculnya polesan-polesan baru seiring dengan menuanya Daniele De Rossi, Giorgio Chiellini, Gianluigi Buffon dan lainnya. Tapi rupanya, eksperimen itu terlalu berisiko besar untuk sebuah target lolos ke Piala Dunia 2018 di Rusia mendatang.

Hal itu karena Ventura berhasil membuat Piala Dunia nanti sepi tanpa adanya Italia. Buffon dkk., harus menangis setelah kalah agregat 1-0 dari Swedia pada pertandingan play-off Kualifikasi Piala Dunia 2018. Adanya isu untuk menggantikan slot Peru pada Piala Dunia nanti pun hanya sekadar angin surga belaka.

Ventura pun dipecat dan menikmati jelang masa pensiunnya dengan cacian dari seluruh penikmat sepakbola Italia. Bahkan hal itu juga didapatkan dari hampir seluruh pendukung Italia di dunia. FIGC pun memilih untuk mempromosikan Luigi Di Bagio untuk menggantikan posisi Ventura sementara ini.

Baca juga: Piala Dunia, Tekanan Media, dan Pentingnya Italia Memecat Gian Piero Ventura

Penunjukan Di Bagio

Sebelumnya, Di Bagio merupakan pelatih Italia U-21. Penunjukan Di Bagio menjawab bahwa FIGC ini masih penasaran dengan perkembangan wajah baru di skuat Italia. Apalagi jika mengingat skuat warisan Ventura banyak dipenuhi wajah-wajah muda seperti Gianluigi Donnarumma, Lorenzo Pellegrini, dan lainnya.

Tapi Di Bagio masih belum bisa meyakinkan publik Italia karena tidak memetik kemenangan pada dua pertandingan persahabatan. Pertandingan pertamanya harus dikalahkan Argentina dengan skor 2-0 di Stadion Etihad, Sabtu (24/3). Kemudian, Italia cuma sanggup meraup hasil imbang dari Inggris pada laga berikutnya di tempat yang sama saat dini hari tadi, Rabu (28/3).

Sementara Di Bagio sendiri mengaku puas dengan hasil terakhirnya tersebut, “Hasil positif ini membantu, tapi saya puas dengan penampilan (Italia). Jika Anda tidak melihat gerakan yang baik, orang-orang membicarakan tentang karakter, tapi saya dapat menjamin bahwa skuat ini memiliki karakter,” katanya seperti dikutip dari Football-Italia.

Pada dua laga itu, Di Baggio nampak membuat Italia membuat tekanan yang lebih agresif melalui formasi 4-3-3 dibandingkan tiga bek era Ventura. Di Bagio mencoba memanfaatkan tenaga-tenaga para pemain muda pada skuatnya tersebut. Ada pun beberapa nama baru seperti Federico Chiesa (Fiorentina), Gian Marco Ferrari (Sampdoria) dan Patrick Cutrone (AC Milan).

Baca juga: Rahasia Sukses Atalanta: Akademi

Segudang Pelatih Sepakbola Berkualitas dari Negeri Pizza

Di balik, eksperimen FIGC kepada skuat warisan Ventura dan Di Bagio, pelatih sementara saat ini belum dipandang kandidat yang memungkinkan. Dua hasil persahabatan terakhir adalah bukti nyatanya. Meskipun Italia punya sejarah sukses melalui pelatih yang promosi dari skuat junior seperti yang ditunjukan Azeglio Vicini dan Enzo Bearzot.

Artinya, Italia mesti memanggil segera pelatih yang layak dalam eksperimen untuk jangka panjang ini. Yaitu pelatih yang harus bisa mengembangkan pemain muda dipadukan beberapa pemain senior sehingga menembus Piala Eropa 2020. Italia pun punya banyak jalan lebar untuk mendapatkan pengisi pelatih baru itu.

Jalan tersebut bisa mulai dibuka dengan dipecatnya Fabio Capello dari Jiangsu Suning. Meskipun Capello hanya sekadar melatih kesebelasan dari Liga Cina, tapi kemampuan  dan pengalamannya akan membantu Italia saat ini. Capello sangat paham dengan kultur sepakbola negaranya itu karena pernah membawa juara tiga kesebelasan Serie-A bersama AC Milan, AS Roma dan Juventus.

Gelar La Liga juga pernah disabet dua kali ketika menukangi Real Madrid. Sementara pilihan lainnya adalah Carlo Ancelotti yang menganggur sejak September 2017. Khusus pelatih satu ini, pengalaman dan kemampuannya tentu sudah tidak diragukan lagi. Ia pernah membawa juara tiga kesebelasan dalam liga berbeda.

Bahkan Ancelotti mengoleksi tiga piala Liga Champions bersama dua kesebelasan berbeda. Siapapun calon pelatih Italia di antara dua orang tersebut, bukanlah pilihan yang salah atas pengalaman dan catatan prestasinya. Capello bisa dijadikan opsi jangka pendek untuk Italia menuju 2020.

Sementara Ancelotti bisa dijadikan opsi jangkan panjang sampai Piala Dunia 2022 sekalipun. Pada intinya, Italia seyogyanya tidak kehabisan pelatih berkualitas. Jika pun Italia selama ditangani Capello atau Ancelotti, negara itu pun tinggal menunggu kesiapan Conte, Luciano Spalletti, Massimiliano Allegri, Massimo Carrera, Mancini, Vincenzo Montella dan yang lainnya.

Nama-nama itu sudah meraih prestasinya bersama kesebelasan-kesebelasan yang pernah dilatihnya. Pembuktian juga bahwa Italia memiliki banyak pelatih berkualitas dan FIGC tidak perlu kebingungan karena akal pendek untuk jangka panjangnya. Tapi untuk saat ini, siapapun di antara Capello atau Ancelotti yang akan menjadi pelatih baru Italia, diperlukan karpet merah untuk menyambutnya.