Kisah Saddil Ramdani, Ilmu Pohon, dan Ilmu Padi

Foto: Instagram.com/saddil_r_ofc

Sebenarnya pesan mengenai sindrom kebintangan bukan pesan yang baru. Namun, beberapa kejadian membuat pesan ini harus selalu digemakan tanpa henti agar kealpaan itu tidak selalu terjadi. Kali ini terjadi pada Saddil Ramdani.

Sejak 2017 silam, Saddil memang acap menerima panggilan dari Timnas Indonesia. Tidak hanya Timnas U-18 dan Timnas U-23, Saddil juga pernah menerima panggilan Timnas senior dalam laga uji tanding pada 2017 silam. Hal itu membuat namanya perlahan mencuat ke permukaan.

Memasuki tahun 2018, hubungan Saddil dengan Timnas tetap berjalan akrab. Berbagai panggilan Timnas seperti untuk ajang Asian Games 2018, serta untuk ajang Piala Asia U-18, dijalani oleh pemain berusia 19 tahun tersebut dengan apik. Dia tetap menjadi andalan di sisi sayap Timnas, bahkan, namanya sempat masuk dalam skuat Piala AFF 2018 yang akan mulai dihelat pada November 2018 kelak.

Namun, satu kejadian pada awal November 2018 menjadi titik ujian bagi Saddil di tengah kariernya bersama Timnas yang terus meroket. Dia terlibat kasus penganiayaan terhadap kekasihnya sendiri saat pulang ke Lamongan usai membela Timnas.

Kasus yang Membelit Saddil

Kala itu, usai membela Timnas U-19 di ajang Piala Asia U-19, Saddil pulang ke Lamongan. Asrama Persela menjadi tujuannya, berkumpul kembali bersama rekan satu klub yang sudah lama ditinggalkannya.

Kedatangan Saddil ini pun disambut oleh sang kekasih, Anugrah Sekar Larasati. Sekar yang sudah lama ditinggal sang kekasih, mungkin mengharapkan sambutan hangat dari Saddil yang pulang setelah membela negara sekian lama. Namun, yang terjadi justru jauh dari yang diharapkan. Cekcok menghiasi pertemuan mereka di asrama.

Cekcok ini berbuntut panjang. Penganiayaan dilakukan oleh Saddil kepada kekasihnya, membuat sang kekasih luka-luka di wajah. Laporan penganiayaan pun langsung dialamatkan oleh keluarga kepada Saddil, membuat Saddil sempat ditahan di Markas Kepolisian Resort Kabupaten Lamongan.

“Kena cakar sekali dan kelihatan berdarah banyak. Saya dibikin ribut di asrama. Tapi, saya beritikad baik ingin damai, meski keluarga tidak mau dan ingin melanjutkan kasus ini. Saya siap mengikuti proses hukum yang ada karena saya laki-laki,” ujar Saddil dilansir Antara.

Pulang  ke kampung, justru di sanalah tempat ujian Saddil berada. Walau selang beberapa hari kemudian, laporan kepada Saddil ini sudah dicabut oleh pihak keluarga Sekar, namun, tetap saja laporan ini menjadi salah satu titik yang harus dipikirkan matang oleh Saddil.

Apalagi, pada akhirnya nama Saddil dicoret dari skuat Timnas Indonesia untuk Piala AFF 2018, dengan nama Andik Vermansah yang masuk menggantikan namanya.

Baca juga: Indonesia, Timnas Titipan Luis Milla di AFF 2018

Ilmu Padi 

Ada dua adagium yang acap dikaitkan dengan manusia ketika dia meraih puncak dalam karier yang dia jalani. Pertama, ilmu soal padi yang menyebut bahwa manusia harus tetap menunduk. Kedua, ilmu mengenai pohon yang menyebut bahwa semakin tinggi tumbuhnya pohon, maka semakin kencang angin berembus.

Kedua adagium tersebut memiliki pesannya masing-masing. Namun, ketika dikerucutkan, dua adagium ini memiliki pesan yang tidak jauh berbeda: selalu membumi dan jangan takabur. Memang, ujian dari Tuhan kadang hadir dalam macam-macam bentuk, salah satunya adalah kesenangan ketika berada di puncak karier.

Hal inilah yang, kembali harus diingat Saddil. Mungkin dia tahu, mungkin juga dia paham. Namun, terkadang ketenaran membuat manusia lupa. Puja-puji dari manusia, kadang memiliki kekuatan melenakan yang sangat besar. Mungkin itulah yang dialami Saddil sekarang, meski sebenarnya kita tidak tahu juga apa yang benar-benar Saddil rasakan.

Tapi, setidaknya, tulisan ini mengingatkan bahwa ketika berada di puncak karier, dua adagium di atas akan selalu berlaku. Terutama adagium kedua (ilmu pohon), yang lebih bernada ancaman daripada sebuah pesan. Ya, risiko menjadi pesohor di bidang apapun, termasuk pesepakbola, memang seperti itu. Segala tindak-tanduk yang dilakukan akan mendapat sorotan, meski itu sekecil buah zarrah sekalipun.

Mungkin Saddil lelah, sehingga dia lupa dua adagium itu, dan melakukan penganiayaan terhadap kekasihnya.

***

Manusia punya hak dalam hidup ini, salah satunya adalah hak untuk berubah.  Tapi, perubahan tidak hanya sebatas hak. Dia juga adalah sebentuk kewajiban yang harus dijalani jika manusia ingin berubah ke arah yang lebih baik.

Saddil bisa melakukan hal tersebut. Biarlah kejadian ini menjadi cambuk baginya bahwa manusia, segemilang apapun kariernya, tetap tidak lepas dari salah. Biarkan kejadian ini menjadi pengingat baginya, bahwa dia masihlah manusia biasa yang tidak luput dari khilaf. Dia masih bisa berubah.

Toh, Marko Simic yang pernah dicerca itu pun akhirnya menampilkan wujudnya yang sudah berubah menjadi lebih baik, kok. Kenapa Saddil tidak bisa?

Baca juga: Marko Simic dan Esensi dari Ajaran Hijrah