Bicara soal Messi tidak akan lepas dari komparasi dengan Cristiano Ronaldo. Diskusi soal CR7 akan selalu mengaitkan La Pulga. Rivalitas Messi dan Ronaldo merupakan fenomena tersendiri di dunia sepakbola. Sekalipun dunia sepakbola sebenarnya sudah banyak diisi dengan rivalitas sebelum keduanya menjalani karier profesional, Ronaldo-Messi dipastikan akan punya tempat sendiri dalam sejarah sepakbola.
Persaingan mereka berbeda dengan Johan Cruyff dan Franz Beckenbauer. Rivalitas antara Beckenbauer dan Cruyff lahir di lapangan. Cruyff sebagai motor serangan Belanda dapat dipastikan akan berduel dengen Beckenbauer yang merupakan tembok pertahanan Jerman. Keduanya bisa dibilang menjadi pemercik rivalitas Belanda dan Jerman yang sudah penuh diselumuti aroma dendam dari perang dunia.
Messi dan Ronaldo juga beda dengan cerita Pele melawan Diego Maradona. Saat Maradona bermain, Pele sudah pensiun. Mereka ada di dua generasi berbeda. Tapi sama-sama diakui sebagai atlet terbaik pada masanya. Rivalitas Pele dan Maradona hanya memperkaya intrik permusuhan Brasil dengan Argentina. Rivalitas itu sudah terjadi sebelum keduanya muncul. Masih terus berlangsung bertahun-tahun kemudian setelah keduanya gantung sepatu.
Foto: UEFA
Rivalitas antara Messi dan Ronaldo sebenarnya juga bisa dibilang merupakan hasil dari pemberitaan media. Ronaldo sebenarnya lebih dulu mencuri perhatian di Manchester United. Diboyong dari Sporting CP pada musim panas 2003, pemain Portugal tersebut langsung tampil impresif di Premier League. Berkontribusi dalam delapan gol di musim pertamanya mengarungi kompetisi tertinggi sepakbola Inggris.
Tapi tak lama kemudian, Messi mendapat kesempatan debut bersama FC Barcelona. Frank Rijkaard adalah sosok yang memberi Messi menit pertamanya di tim senior. Sisanya adalah sejarah. Messi mencetak gol-gol indah, jadi bagian trisula maut bersama Samuel Eto’o dan Ronaldinho, memenangkan segalanya di bawah asuhan Josep Guardiola, hingga membuat ‘penerus Pele’, Neymar, frustasi dan pergi ke Paris Saint-Germain.
Ronaldo kemudian didatangkan Real Madrid dengan dana 88 juta Pauns dari Manchester United. CR7 sudah tiga kali menjuarai Premier League dan sekali mengangkat piala Liga Champions. Menurut Guardian, keputusan Ronaldo itu tak lepas dari Beckham’s Law yang diterapkan oleh La Liga. Dengan begitu dirinya mendapat pajak yang lebih ringan daripada tetap bermain untuk the Red Devils.
Lembaran baru dari karier Ronaldo dimulai. Dirinya bertemu dengan Messi. Pemain yang dua tahun lebih muda darinya adalah ‘penguasa La Liga’. Pertama Ronaldo mendarat di Bernabeu, Messi sudah menjuarai dua Liga Champions dan memiliki tiga piala La Liga. Ia dengan mudah mengisi peran yang ditinggalkan Ronaldinho dan menjadi tulang punggung Blaugrana.
Foto: Skysports
Berada di dua sisi berlawanan, kesebelasan yang saling membenci selama bertahun-tahun, Messi dan Ronaldo pun menjadi sorotan. Mereka bermain di posisi yang serupa. Tak seperti Cruyff dan Beckenbeur. Mewarnai generasi yang sama. Beda dengan Maradona dan Pele.
Karakter kedua pemain yang jauh berlawanan membuat rivalitas tersebut menjadi semakin menarik. Ronaldo dikenal sebagai pemain yang glamour, sering kali menipu lawan dengan gerak-gerik kaki lincahnya di atas lapangan. Sementara Messi adalah pemain yang dikenal pemalu, apa yang ia lakukan lapangan seperti hal sederhana tapi sangat jarang pemain lain bisa melakukannya. Ronaldo adalah pekerja keras. Messi murni talenta.
Tak ayal, perbandingan pun muncul. Siapa pemain terbaik? Mereka berdua bergantian memecahkan rekor. Memenangkan Ballon d’Or. Membantu kesebelasan masing-masing menjadi kesebelasan terbaik Eropa dan dunia. Saat Ronaldo menjuarai Piala Eropa 2016, beban pun dijatuhkan kepada Messi. ‘Titisan Maradona’ sama sekali belum memberi piala kepada Argentina. Sementara rivalnya telah menyumbang gelar negara terbaik Benua Biru untuk Portugal.
Ronaldo pun mengakui bahwa kesuksesan yang ia terima selama ini, mungkin tidak akan terjadi jika dirinya tak bertemu dengan Messi. “Messi membuat saya menjadi pemain yang lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Setiap kali saya memenangkan sesuatu, itu pasti akan membuat dia gerah. Begitu juga sebaliknya,” kata Ronaldo.
Shaquille O’Neal vs David Robinson
Membaca ucapan Ronaldo tersebut, pikiran langsung terbayang dengan rivalitas di asosiasi bola basket Amerika Serikat (NBA). Shaquille O’Neal kontra David Robinson. Rivalitas yang bertahan 10 tahun di NBA. Sebelum Shaq bermain bersama Kobe Bryant di LA Lakers dan masih membela Orlando Magic.
Sejak pertama muncul, Shaq merupakan seorang bintang di NBA. Bahkan sebelum dirinya masuk NBA, ia sudah menjadi bintang iklan. Hal itu kemudian membuat pemain NBA lain geram dan ‘menghukum’ Shaq di laga All-Star 1994. Shaq hanya bisa mencatat empat poin dari 12 lemparan yang ia lakukan ke ring.
Pengalaman itu membuat Shaq ingin balas dendam pada semua pemain di tim lawan. Terutama Robinson, pemain San Antonio Spurs yang posisinya sama dengan Shaq, dan diakui sebagai pemimpin di jajaran pemain NBA. Latar belakang Shaq dan Robinson yang berlawanan, membuat mereka menjadi topik empuk untuk media.
Shaq adalah bintang film, terlibat dalam musik rap, hidup glamour. Sementara Robinson seperti ‘Captain America’. Ketika Shaq meninggalkan universitas lebih cepat agar dapat lebih cepat main di NBA, Robinson memaksa San Antonio menunggu dua tahun sebelum menggunakan jasanya.
Waktu Shaq mengatakan bahwa senior-seniornya di NBA iri dengan kesuksesan dia di luar lapangan, Robinson pun tertawa geli mendengarnya. “Dia bilang kami iri dengannya? Dia sama sekali tidak memiliki apapun yang kami inginkan,” kata Robinson.
Ini semua hanya berawal dari pertandingan All-Star. Laga yang tidak berarti apapun untuk semua pihak terkait. Tapi dengan narasi yang mudah diracik media, rivalitas Shaq dengan Robinson pun menjadi panas. Shaq dan Robinson menjadi pemain yang lebih baik. Lebih sering mencetak poin bagi tim masing-masing. Hingga berebut raihan total poin terbanyak dalam semusim.
Pengaruh Terhadap Shaq
Photo: Washington Post
Bahkan Shaq membuat sebuah cerita di kepalanya agar memotivasi diri. Cerita bohong, mengatakan bahwa Robinson pernah menolak memberikannya tanda tangan. Perkara tanda tangan, tapi bisa membuat Shaq menjadi monster di dunia bola basket. Padahal semuanya adalah rekayasa. “Saya membuat cerita itu agar bisa merasa sedih, kesal. Terkadang saya butuh menjadi seperti itu agar bisa termotivasi,” aku Shaq.
Sebuah kebohongan yang membuat rivalitas Shaq dan Robinson bisa bertahan selama satu dekade. Tapi sebelum kebohongan itu muncul, segala modal sudah tersedia untuk rivalitas mereka. Sama seperti rivalitas Ronaldo dan Messi. Sebenarnya keberhasilan Portugal jadi juara Piala Eropa bersama CR7 tidak ada kaitannya dengan Argentina atau Messi. Namun, semua sudah tersedia untuk membuat rivalitas mereka semakin panas.
Karier Ronaldo dan Messi mungkin tidak akan segemilang yang mereka rasakan jika bukan tanpa satu sama lain. Shaq juga mungkin tidak akan menjadi monster di atas lapangan jika tidak bertemu dengan Robinson. Alur cerita keduanya mungkin berbeda, tapi jelas sebuah paralel terlihat di sana.