Untuk pertama kalinya dalam lima musim terakhir, FC Barcelona gagal melaju ke babak semifinal Liga Champions usai ditekuk AS Roma di Olimpico, Rabu (11/04) dini hari WIB lalu. Padahal Blaugrana memegang keunggulan di pertemuan pertama di Camp Nou dengan skor akhir 4-1. Namun satu gol I Giallorossi itu lah yang menentukan nasib Barca. Kekalahan itu pun mencatatkan rekor tersingkir di babak knock-out usai menang dengan marjin tiga gol di pertemuan pertama.
Tentu hasil buruk di Liga Champions itu tidak sepenuhnya mengecewakan. Bagaimana pun juga, Barcelona masih dianggap sebagai salah satu klub raksasa di Spanyol dan bahkan Eropa. Satu hasil buruk tidak serta merta membuat namanya ternoda.
Di pentas La Liga, Barca tinggal menunggu waktu untuk ditasbihkan menjadi juara, setelah unggul 11 poin dari Atletico Madrid dengan tujuh laga tersisa. Malahan pekan lalu Barca dan Real Madrid saling perang komentar di media. Masalahnya tentang pemberian guard of honour alias pasillo alias jajar kehormatan di laga El Clasico di Camp Nou, awal Mei nanti. Ditambah lagi kans menyabet piala Copa del Rey ke-30 andai mengalahkan Sevilla pada 22 April nanti.
Kemarin, tepatnya sebelum laga kontra Roma, media-media Spanyol ramai membicarakan rekor 38 laga tidak terkalahkan. Ini menyamai prestasi Real Sociedad di musim 1979/1980. Akun jejaring sosial milik klub dan papan skor di Camp Nou memperlihatkan rekor membanggakan tersebut. Mereka merasa seakan-akan piala dan titel juara tinggal menunggu waktu saja diangkat oleh Andres Iniesta sebagai kapten.
Nyatanya, Ernesto Valverde terlalu bermain aman di Olimpico sehingga Barcelona kebobolan tiga gol tanpa balas. Malahan Marca (11/04/18) sebut alasan kekalahan Azulgrana dengan menunjuk ketidakmampuan sang juru taktik. Bagaimana tidak, komposisi skuat kontra AS Roma dan versus Leganes hanya berbeda tipis. Gerard Pique, Sergi Roberto, Ivan Rakitic, Luis Suarez dan Lionel Messi menjadi starter di dua laga tersebut. Jika ditelisik lebih mendalam, komposisi skuat Ernesto Valverde ya mereka-mereka ini.
“Konservatisme Valverde mengambil korban. Di saat berusaha kehilangan [titel] liga yang hampir pasti dimenangkan, ia membuat para pemain keletihan. Kurang bugarnya para pemain menjadi bukti dan ini tidak terjadi pada kemarin saja, Anda sudah tahu hal ini akan terjadi,” tulis Marca.
Terlepas dari peran Lionel Messi yang baru sembuh dari cedera hamstring sehingga tidak membela tim nasional Argentina di dua pertandingan persahabatan, laga versus Sevilla menjadi bukti bahwa Azulgrana kian kehilangan bahan bakar jelang garis finish. Di laga tersebut Barca harus kebobolan dua gol terlebih dahulu sebelum memaksa berbagi poin melalui dua gol di menit-menit akhir.
Baca juga: Melawan Kemustahilan ala AS Roma
Hilangnya Kepercayaan
Menurut stasiun televisi TV3, Andres Iniesta yakin Barcelona akan pulang dengan tangan hampa andai bermain seperti di babak pertama, kala berjalan bersama Sergi Roberto menuju lapangan untuk melakoni babak kedua versus Roma. Ketika digantikan oleh Andre Gomes, gelandang serang tim nasional Spanyol itu tidak menyalami Valverde kala berpapasan dan menunjukkan kekesalannya di bangku cadangan.
Lantas TV3 pun meyakini Gerard Pique mempertanyakan taktik dan formasi yang diputuskan sang pelatih kala laga berjalan. Kabarnya Valverde menolak untuk mengubah taktik dan formasi sebab yakin dengan apa yang ia putuskan. Apakah ini tanda-tanda hilangnya kepercayaan para pemain kepada Ernesto Valverde?
Yang pasti kepercayaan Ernesto Valverde terhadap pemain muda tidak begitu kentara. Hanya Jose Arnaiz saja yang pernah bermain bersama tim utama di pentas Liga Spanyol. Sedangkan di kompetisi Copa del Rey, skuat tim utama baru turun bermain pasca ditahan imbang 1-1 oleh Celta Vigo di Balaidos. Sebelumnya, yaitu versus Real Murcia di babak 32 besar, tidak demikian. Jangan tanya di Liga Champions, sebab tidak satu pun pemain akademi yang mencicipi panggung Eropa tersebut. None. Nada.
Tentu bagi sebuah klub sebesar FC Barcelona kesuksesan mengangkat piala sangatlah penting demi kelangsungan klub, bukan perkara prestise dan kebanggaan bagi barisan suporter saja. Oleh karenanya urusan pembelian pemain, yang disebut sebagai investasi, tidak bisa dianggap remeh.
Yang menjadi masalah adalah kecenderungan Barcelona untuk membeli pemain, dibanding mengambil bibit-bibit potensial di tim junior. Padahal pada November 2012 silam mengaku bangga menurunkan skuat sepenuhnya lulusan akademi kontra Levante. Atau ketika dengan beraninya membentangkan spanduk super besar bertuliskan “La Masia No es Toca” kala terancam dikenai sanksi FIFA perihal transfer di bawah umur. Sekarang Barcelona hanya menepuk dada kala menjadikan Philippe Coutinho dan Ousmane Dembele sebagai pesepakbola termahal kedua sepanjang sejarah, di belakang Neymar. Tidak lebih.
Baca Juga: Italia Punya Banyak Pelatih Top, FIGC Tak Perlu Risau
Klub-Klub Kaya yang Impoten
Selain FC Barcelona, di saat yang sama ada juga Manchester City yang disingkirkan Liverpool. Bedanya The Citizen kalah tiga gol tanpa balas di Anfield dan wajib meraih kemenangan di kandang tanpa kebobolan satu pun. Di babak 16 besar ada Paris Saint-Germain yang lebih dulu jadi pesakitan.
Ketiga klub ini menjadi bukti bahwa ambisi besar yang disertai sokongan investasi di bursa transfer tidak serta memberikan trofi Liga Champions. Tengok saja, pada dua jendela transfer musim ini City membelanjakan uang lebih dari Rp5,5 triliun, Les Parisiens mengeluarkan Rp4 triliun untuk Neymar dan Yuri Berchiche, serta Barcelona menginvestasikan Rp5,6 triliun untuk enam pemain anyar, termasuk Ousmane Dembele dan Philippe Coutinho.
Selain sama-sama menghabiskan dana besar dan gagal di Liga Champions, ketiga klub ini pun sama-sama adidaya di kompetisi domestik. City hampir jadi juara Liga Inggris dan sudah memenangi Piala EFL. Raihan poin PSG sudah tidak bisa dikejar AS Monaco dan Olympique de Lyonnais. Mereka juga sudah mengantungi Piala Liga, tinggal mengejar Piala Perancis. Sedangkan Barcelona berada di urutan pertama menjadi jawara liga dan Copa del Rey.
Nasib Pelatih Barcelona, City, dan PSG
Walau demikian, diyakini nasib Josep Guardiola lebih baik di antara rekan seprofesinya di tiga klub tersebut. Pasalnya para petinggi City sejak awal memang berharap bakal mempersembahkan kejayaan dalam tempo singkat walau jor-joran di bursa transfer. Sejak Txiki Begiristain ditunjuk pada 2012 silam. Kini tinggal menunggu waktu bagi Guardiola untuk bergabung dengan tujuan mengikuti jejak kesuksesan Barcelona. Pembangunan akademi sepakbola pun dilakukan. Bulan lalu Messi dan Sergio Aguero memberikan kunjungan demi memberikan semangat bagi para pesepak bola cilik, jelang laga Albiceleste versus Italia.
Lain lagi dengan Unai Emery, yang kabarnya akan digantikan oleh Thomas Tuchel. Eks pelatih Valencia dan Sevilla itu dianggap gagal mencapai target untuk menjadi juara Liga Champions dalam dua musim terakhir. Di musim lalu PSG membuang sia-sia keunggulan 4-0 di Parc des Princes dengan kalah 6-1 di Camp Nou. Di musim ini Les Parisiens harus kembali disingkirkan wakil Spanyol, Real Madrid dengan aggregate 5-1.
Lalu bagaimana dengan nasib Ernesto Valverde? Masih menjadi tanda tanya besar. Pasalnya ia bukan hanya gagal memanfaatkan pemain-pemain terbaik, seperti yang tidak dilakukan Emery. Ia juga menerapkan taktik yang berbeda dengan pelatih sebelumnya, seperti yang dilakukan Guardiola. Bedanya, taktik dan gaya permainan Ernesto Valverde, serta kebijakan transfernya, jauh panggang dari api.