Eternal Derby (2): Catatan Kerusuhan Delije dan Grobari

Foto: Sport.net

Sudah jelas bahwa antara kedua kelompok pendukung Partizan Belgrade dan Red Star Belgrade saling membenci sejak lama. Asal muasal sejarah menceritakan karena politik dan peperangan saudara yang terjadi saat perpecahan Yugoslavia. Toh Baik Delije, pendukung garis keras Red Star, dan Grobari, pendukung garis keras Partizan, terlibat dalam Perang Balkan pada 1990-an yang diikuti beberapa anggotanya.

Derby di Belgrad ini memang punya hubungan yang panjang dengan kekerasan. “Persaingan di antara pendukung garis keras begitu besar sehingga Anda tidak memerlukan hari derby bagi mereka yang ingin bentrok. Banyak pendukung biasa yang menghandiri pertandingan biasa, tapi menolak pergi ke pertandingan Red Star melawan Partizan karena takut akan kekerasan,” celoteh Darko Nikolic, wartawan ternama di Serbia, seperti dikutip dari BBC.

Baca juga bagian pertama tentang Grobari dan Delije, di sini.

Begitu pun seperti yang diungkapkan Dejan Antonic, Pelatih Borneo FC, yang merupakan berkebangsaan Serbia. “Eternal Derbi di Serbia antara Red Star Belgrade dan Partizan Belgrade itu luar biasa. Rivalitas ada, baku hantam ada. Tapi mereka selalu utamakan jangan bunuh manusia,” ujarnya seperti dilansir dari Tribun News.

Tapi dahulu, panasnya rivalitas antara kedua kelompok tersebut sampai membuat seorang remaja pendukung Red Star terbunuh terkena petasan berdaya ledak tinggi pada 1999. Pada 2007 pun terjadi kejadian yang membuat petugas keamanan mengalami luka serius karena dilempar flare yang masih menyala mengenai mulutnya ketika bentrokan antara Grobari dan Delije terjadi.

“Kadang-kadang pertandingan semacam ini berjalan dengan cara yang salah. Hal ini bisa menarik bagi orang-orang di luar negeri, tetapi kami lelah dengan situasi ini. Ini salah satu derby terbesar di seluruh dunia. Kami menginginkan sepakbola yang lebih berkualitas dan baik dan sedikit lebih tenang di antara penonton, tanpa kekerasan,” imbuh Slavisa Jokanovic, Manajer Fulham, juga merupakan mantan pelatih dan pemain Partizan.

Apa yang diinginkan Jokanovic, perlahan sedikit terealisasi. Sejak ada nyawa yang melayang dalam Eternal Derby itu, jumlah polisi yang diturunkan selalu lebih dari 5000 personil yang terbesar di Eropa Timur. Polisi disebar ke kelompok-kelompok kecil di seluruh penjuru kota.

Sebab dikhawatirkan risiko bentrok kedua suporter bisa terjadi di mana saja. Selain itu para kriminal tribun sepakbola juga ditangkapi dan dilarang menonton pertandingan di stadion. Hasilnya sedikit lebih positif karena tidak ada kekerasan sebesar sampai menumbalkan nyawa seperti 1990-an.

“Terutama karena polisi lebih siap dari sebelumnya dan kami punya undang-undang baru yang cukup keras terhadap mereka yang melakukan kekerasan. Tapi masih ada risiko tinggi bahwa bentrokan akan terjadi karena orang-orang datang dari segala penjuru, bukan hanya Serbia, tetapi Balkan dan Eropa lainnnya,” beber Nikolic.

Apa yang digambarkan Nikoli benar adanya ketika terjadi penangkapan besar pada 2013. Sebanyak 104 perusuh ditangkap karena perkelahian pada Eternal Derby. Di antaranya, ada 20 orang yang ditangkap yang berasal dari Bosnia-Herzegovina, empat orang dari Rusia dan satu orang dari Yunani. Sementara itu, Red Star memang punya koneksi yang kuat dengan pendukung Spartak Moscow (Rusia) dan Olympiakos (Yunani).

Setelah kejadian 2013, sempat ada jalan perdamaian antara Grobari dan Delije. Tapi hubungan itu cuma bertahan dua tahun dan bentrokan antar keduanya terjadi lagi pada 2015. Antara kedua kelompok itu saling baku hantam dan saling lempar sebelum pertandingan dimulai. Kerusuhan itu merembet ke dalam stadion dan membuat puluhan kedua kubu terluka akibat pukulan dan lemparan benda keras.

Baca juga: Belajar dari Persib dan Persija, Agar Kekerasan Tak Lagi Dibiasakan

Terakhir bentrokan terjadi ketika 14 April lalu. Laga antara Red Star dan Partizan langsung ricuh dan panas seperti biasanya ketika baru dimulai. Hal tersebut terlihat dari flare yang menghiasi di tribun ketika awal laga dimulai. Puncaknya terjadi ketika babak pertama usai. Kedua kubu mulai berhamburan dan menyerang satu sama lainnya meskipun sudah dipisah dengan pagar pembatas.

Beruntung pada pertandingan Eternal Derby pada 24 September lalu tidak terjadi keributan besar meski tensi pertandingan cukup panas. Kobaran flare antara kedua pendukung itu tetap terlihat pada pertandingan yang berakhir 1-1 itu. Tapi sepanas apapun Eternal Derby, sudah tidak ada lagi nyawa yang melayang sejak 1990-an dan itu yang harus dipelajari di Indonesia.

Baca juga: Banjir Sanksi untuk Persib Bandung