Atalanta Bergamo melanjutkan momentum mereka di Serie-A dengan meraih tiket ke Liga Champions 2019/2020. Ini adalah pertama kalinya La Dea lolos ke Liga Champions. Namun potensi mereka sudah terlihat sejak 2016/2017 ketika Gian Piero Gasperini membawa tim dari Barat Laut Italia itu ke empat besar liga untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.
Pengaruh Gasperini tentu tidak bisa dihiraukan di Atalanta. Bagaimana dirinya bergerak dengan dana yang relatif rendah, hanya mengeluarkan sekitar 120 juta Euro selama tiga tahun dan selalu lolos ke kompetisi antar klub Eropa.
Ketika disokong oleh talenta-talenta berkualitas dari akademi sendiri, tim seperti Atalanta memang tidak perlu mengeluarkan banyak uang. Gasperini mengorbitkan Musa Barrow dan Alessandro Bastoni ke tim senior La Dea. Menyusul Giancomo Bonaventura, Roberto Cagliardini Mattia Caldara, Andrea Conti, dan Franck Kessié yang sudah lebih dulu bersinar di tim utama.
Namun Gasperini juga tidak gila dengan pemain muda. Ia tetap mempertahankan senior La Dea seperti Andrea Masiello dan Alejandro Gomez. Bukan sekedar untuk menyaksikan para juniornya dari bangku cadangan, keduanya menjadi tulang punggung La Dea dalam ambisi mereka menjadi wakil tetap Italia di kompetisi antar klub Eropa.
Masiello datang tiga tahun lebih awal dibandingkan ‘Papu’ -julukan Gomez-. Tapi Papu lebih diandalkan Gasperini. Mungkin karena saat pertama kali Gasperini menginjakkan kakinya di Atleti Azzurri d’Italia, La Dea baru kehilangan German Dennis yang merupakan topskorer mereka selama empat musim berturut-turut (2011/2012 – 2014/15).
Mungkin juga karena regenerasi di akademi Atalanta lebih banyak memproduksi pemain belakang yang satu posisi dengan Masiello dibandingkan penyerang atau gelandang serang untuk menggeser Papu. Tapi pada dasarnya, Transfermarkt mencatat bahwa Papu adalah pemain dengan jumlah penampilan terbanyak yang masih bertahan di La Dea.
Ukraina Dibandingkan Atletico Madrid dan Inter Milan
Foto: Taringa!
Diboyong dari kesebelasan Ukraina, Metalist Kharkiv, dengan dana lima juta Euro pada 2014, awal karier Papu di Atalanta sebenarnya tak begitu bersinar di Atleti Azzurri d’Italia. Dirinya hanya terlibat dalam 24 gol di dua musim pertamanya bersama La Dea.
Tapi kemudian Gasperini datang dan mengingatkan kembali publik Italia, mengapa Papu adalah salah satu pemain terbaik yang pernah mereka lihat dengan seragam Catania. Ya, Alejandro ‘Papu’ Gomez memang didatangkan Atalanta dari Ukraina, tapi Serie-A bukanlah kompetisi asing baginya.
Ia pertama mendarat di Italia pada 2010. Bertahan selama tiga musim di sana, membantu Gli Elefanti mencatat poin terbanyak mereka di divisi tertinggi sepakbola Negeri Pizza (56) pada musim 2012/2013. Papu memberi kontribusi 15 gol saat itu. Termasuk delapan yang ia catat dengan namanya sendiri.
Inter Milan dan Atletico Madrid menginginkan jasa Papu di musim panas 2013. Anehnya, ia justru menukar Italia untuk Ukraina. “Metalist merupakan kesebelasan yang paling punya niat untuk mendaratkan saya. Jadi saya lebih memilih mereka,” jelas Papu.
Sayang, kondisi Ukraina kurang kondisif. Kekacauan politik dan tingginya angka kerusuhan membuat Papu enggan kembali setelah mengoleksi 23 penampilan sepanjang 2013/2014. Atalanta datang, mengembalikannya ke Serie-A dengan kontrak tiga tahun.
Godaan Uang Uni Emirat Arab
Foto: مباريات اليوم مباشر
Meski menjalani musim yang berat bersama La Dea, mengakhiri musim 2014/2015 dengan duduk di peringkat ke-17 Serie-A. Hanya unggul tiga poin dari Cagliari yang terdegradasi, Papu tetap menarik minat.
Bukan Inter atau Atletico Madrid yang menginginkan jasanya. Kedua klub tersebut akan kembali setelah Papu bersinar di bawah Gasperini. Kali ini, Al Wasl yang menawarkannya kesempatan bermain di Uni Emirat Arab.
Al Wasl bersiap kehilangan kreator utama mereka, Fabio Lima, yang akan kembali ke Brasil setelah masa pinjaman dua tahunnya berakhir. Sementara mantan gelandang Valencia CF dan Newcastle United, Hugo Viana diragukan akan bertahan karena masalah kontrak. Papu diproyeksi menjadi pengganti mereka.
“Sangat jelas saya memiliki keinginan untuk main di kompetisi antar klub Eropa. Ketika La Dea lolos ke Liga Europa itu memperpanjang hidup sana di sini. Namun, ada masanya saya berpikir untuk meninggalkan klub, saya ingin main di Liga Champions,” aku Papu.
“Bergabung dengan Lazio agar bisa memenuhi ambisi itu. Hengkang ke Arab juga akan sangat membantu finansial keluarga saya,” lanjutnya.
Menatap Eropa Sebagai Legenda
Foto: Ultimo Uomo
Sekitar dua tahun setelah dilirik Al Wasl, Papu benar-benar hampir keluar dari Atalanta. Lazio, AC Milan, Inter, dan Atletico Madrid, sudah siap mendaratkan dirinya. Lazio disebut jadi pelari terdepan ketika itu. Namun, Gasperini mengancam direksi klub. Jika Papu dijual, ia akan pergi dari Atalanta. Papu pun dipertahankan di Atleti Azzurri d’Italia.
Meski demikian, masih ada penyesalan dalam diri Papu. Menegok ke belakang, sebelum ia pindah ke Ukraina, Papu punya peluang membela Atletico Madrid. Pada musim yang sama, mereka menjuarai La Liga. “Catania dan Atleti saat itu gagal mencapai kesempatan harga. Padahal jelas saya sangat ingin membela mereka. Andai hasilnya berbeda, saya bisa juara di Spanyol,” kata Papu.
Beruntung Atalanta dan Gasperini kemudian menyelamatkan dirinya dari Ukraina. Meski sebenarnya jika melihat rumor transfer 2018/2019, Papu bisa memiliki peluang juara Liga Champions bersama Liverpool. Setidaknya bersama Atalanta Papu akan dikenang sebagai seorang legenda dan tetap tampil di kompetisi antar klub Eropa seperti keinginannya.