UD Melilla, Kisah Panjang Daerah Otonom Spanyol di Maroko

Foto: Provenquality.com

Operator Liga Spanyol, LFP. sedang mengembangkan ide untuk membawa partai La Liga ke luar Tanah Matador. Amerika Serikat menjadi tujuan utama Presiden LFP Javier Tebas. Namun ide itu ditolak oleh berbagai pihak. Meskipun demikian, Piala Super Spanyol musim ini tetap diselenggarakan di luar Spanyol. Sevilla dan FC Barcelona bentrok di Kota Tangier, Maroko dua bulan lalu.

Meski jarak antara Kota Seville dan Tangier lebih dekat dibandingkan Jakarta ke Bali, ide itu juga ditolak oleh Sevilla FC di awal musim. Mereka bahkan sempat mengancam untuk tidak bertanding di piala super sebelumnya menuruti kemauan LFP dan kalah 1-2 dari Barcelona.

Ya, Spanyol dan Maroko yang berada di dua benua berbeda punya jarak yang cukup dekat antara satu sama lain. Bahkan jarak antara Kota Madrid dengan pusat Maroko, Rabat lebih dekat dibandingkan Jakarta dan Singapura. Padahal, Indonesia dan Singapura merupakan negara tetangga.

Baca juga: La Liga di Amerika Serikat, Blunder atau Inovasi Besar?

Jarak Spanyol dan Maroko yang tidak terlalu jauh ini nyatanya meninggalkan cerita yang sudah tersimpan sejak masa penjajahan. Maroko yang merupakan negara jajahan Prancis berhasil mendapatkan kemerdekaan mereka pada 7 April 1956.

Saat itu, Prancis melepas semua daerah jajahan mereka. Sayangnya, tak semua yang ada di daratan Maroko adalah milik Prancis. 2 kota pelabuhan Spanyol, Melilla dan Ceuta juga berada di area Maroko.

Pemerintah Maroko sempat meminta kedua daerah itu bersama dengan beberapa pulau kecil untuk dijadikan milik mereka. Namun Spanyol menolak karena Melilla dan Ceuta punya andil besar dalam perekonomian mereka, terutama transaksi dagang. Spanyol bahkan sampai membangun pagar pembatas antara Ceuta dan Melilla dengan daratan Maroko.

Sepakbola jadi obat

Pengaruh Spanyol di kedua kota tersebut sangatlah besar. Pada dasarnya, baik Melilla dan Ceuta mengakui diri mereka sebagai daerah otonom Spanyol. Akan tetapi, menurut These Football Times, banyak pula orang-orang keturunan Maroko yang pada akhirnya memiliki kewarganegaraan Spanyol karena tinggal atau lahir di kedua kota tersebut.

Baca juga: Pajak yang Jadi Ancaman Baru bagi Liga Spanyol

Salah satu bukti dari hal tersebut adalah kehadiran UD Melilla sebagai klub sepak bola perwakilan Maroko di kompetisi Spanyol. Bedasarkan data Transfermarkt, pada musim 2018/2019, empat dari 21 pemain UD Melilla memiliki darah Maroko dan hanya satu dari mereka yang memilih Spanyol sebagai negara utamanya.

Sepakbola di Melilla juga tak lepas dari pengaruh Spanyol. Permainan ini diperkenalkan oleh para tentara yang menjaga daerah perbatasan antara Spanyol dan Maroko. Hingga pada 1912, organisasi sepakbola Melilla dibentuk. Berbagai klub seperti Melilla FC, SC Melilla, Espanyol CD, dan SD Melillense terbentuk di sana. Akan tetapi, hanya dua yang masih berdiri hingga saat ini, UD Melilla dan Espanyol y Juventud –sebelumnya bernama Melilla FC-.

UD Melilla merupakan yang terbaik di antara kedua klub tersebut. Mereka merupakan penghuni setia divisi tiga Spanyol, Segunda B sejak 1987 dan pernah mengalahkan Levante dengan skor 1-0 di babak 32 besar Copa del Rey pada 2012. Sekalipun pada akhirnya tetap kalah secara agregat.

Sementara di Ceuta, klub sepakbola mereka pernah menjamu FC Barcelona pada 2010. AD Ceuta kalah, tapi tidak dengan skor yang memalukan. Pep Guardiola yang ketika itu masih menangani Barcelona mempercayakan trio Bojan, Jeffren, dan Pedro sebagai juru gedor Blaugrana. Mereka unggul cepat lewat gol Maxwell di menit ke-15 sebelum sukses gandakan keunggulan menjadi 2-0 lewat Pedro.

Publik Stadion Alfonso Murube melihat pemain-pemain mereka memberikan perlawanan ke nama-nama tenar seperti Javier Mascherano dan Thiago Alcantara. Sialnya, waktu bertamu ke Camp Nou, mereka seakan demam panggung. Tertinggal 0-2 hanya dalam enam menit pertama sebelum akhirnya tersingkir dengan aggregat 1-7.

Sepakbola jadi pelampiasan

Pada Piala Dunia 2018, Maroko bertemu dengan Spanyol di fase grup. Saat itu Maroko sudah dipastikan tersingkir dari Rusia. Namun perlawanan Nordin Amrabat dan kawan-kawan cukup membuat mata terbelalak.

“Pertandingan melawan Spanyol adalah satu pertandingan terbaik yang sudah ditunggu sejak hasil undian pada Desember (2017). Hampir semua penduduk di Maroko adalah pendukung Barcelona atau Real Madrid. Namun untuk satu laga ini, mereka lupa akan semua rivalitas dan tahu harus mendukung siapa,” kata jurnalis asal Maroko, Amine El Amri kepada These Football Times.

Pertandingan saat itu berakhir imbang 2-2. Wajah bangsa Spanyol diselamatkan oleh gol kontroversial Iago Aspas di menit tambahan waktu setelah sempat tertinggal di 10 menit terakhir pertandingan.

Penjaga gawang Maroko, Munir Mohand Mohamedi sempat membuat frustrasi Spanyol karena berusaha mengulur-ulur waktu. Akan tetapi sikapnya tersebut tetap mendapat pujian dari para petinggi UD Melilla, akademi tempatnya menimbah ilmu sepakbola sebelum hijrah ke Numancia dan kini Malaga.

“Sebuah kebanggan bisa melihat produk akademi UD Melilla bermain di Piala Dunia. Apalagi dengan membela Maroko. Munir sudah memperlihatkan bahwa dirinya sosok profesional sejak bersama tim kami,” kata Wakil Presiden UD Melilla, Antonio García Jauregui.

Pertandingan melawan Spanyol di Rusia meninggalkan sebuah memori tersendiri bagi publik Maroko, terutama mereka yang hidup sebagai warga Spanyol di Melilla dan Ceuta. Sebuah rivalitas yang sebelumnya tidak pernah terdengar menjadi sangat berarti melihat hubungan historis kedua negara dan bagaimana pertandingan itu berakhir.

Menanti anak kesayangan Jendral Franco

UD Melilla saat ini sedang berada di puncak klasemen zona mereka. Ada peluang untuk naik ke divisi dua Spanyol untuk pertama kalinya sejak 1953. Namun sebelum itu, klub yang pernah dibela pemain Leeds United, Samuel Saiz, itu akan menjamu Real Madrid.

Hasil undian Copa del Rey 2018/2019 mempertemukan UD Melilla melawan Sergio Ramos dan kawan-kawan. Saiz, salah satu pemain yang sukses mencuri perhatian dan menata kembali karirnya di Melilla juga merupakan jebolan akademi Real Madrid. Tapi hubungan Melilla dan Los Blancos tidak berhenti sampai di situ.

Melilla sebenarnya merupakan salah satu daerah yang mendukung Jenderal Francisco Franco (saat itu masih Kolonel) ketika Perang Rif antara Spanyol dengan suku Berber. Jenderal Francisco Franco merupakan sosok yang kental dan memiliki sejarah panjang dengan Real Madrid. Kabarnya, awal dari perebutan daerah Melilla antara Maroko dan Spanyol, semua berawal dari sini.

Dukungan dari Melilla membuat Franco mendapat tempat aman di Perang Rif pada 1920 hingga 1927. Daerah ini juga merupakan titik berkumpulnya para pemberontak perang sipil 1936. Kota Melilla sudah melakukan banyak hal untuk Spanyol sebelum Maroko merdeka.

Tapi, Pemerintah Maroko masih mengakui kota tersebut dan Ceuta sebagai bagian dari negara mereka. Dengan situasi seperti itu, tak akan ada panggung yang lebih baik untuk membuat pernyataan dengan sebuah pertandingan sepakbola melawan Real Madrid!

(Lagipula, ini bukan yang pertama kalinya juga Real Madrid jadi sasaran untuk masalah daerah di Spanyol)