Dua tahun sebelum Piala Dunia 1958 digelar, sang penggagas Piala Dunia, Jules Rimet, meninggal dunia pada 16 Oktober 1956. Meninggalnya Jules membuat FIFA berinisiasi untuk menjadikan Piala Dunia keenam tersebut sebagai momen untuk mengenang Jules. Turnamen sendiri sebelumnya diputuskan akan digelar kembali di Eropa dengan Swedia yang menjadi tuan rumah.
Materi Pemain Pas-pasan
Babak kualifikasi Piala Dunia 1958 saat itu diikuti oleh 55 negara. Inilah babak kualifikasi dengan peserta terbanyak saat itu mengingat empat tahun sebelumnya hanya ada 34 negara yang mau berkompetisi. Dari 55 negara, kemudian terpilih 16 negara yang terbagi dalam empat grup.
Format penyisihan pun kembali berubah dengan semua negara harus bertemu satu sama lain dan diadakannya babak play off apabila posisi kedua dan ketiga grup memiliki nilai yang sama.
Sayangnya, 16 negara yang hadir saat itu tampil dengan skuat yang terbilang pas-pasan. Inggris kehilangan para pemainnya yang meninggal karena Tragedi Munich. Hungaria tidak diperkuat trio Puskas, Czibor, dan Koscsis karena invasi Uni Soviet. Hal ini pun membuat Piala Dunia saat itu diperkirakan tidak menarik mengingat Uruguay dan Italia juga tidak lolos ke putaran final.
Israel yang Tidak Diakui
Pembagian grup saat itu terbilang cukup unik. Satu grup berisi masing-masing empat negara yang berisi satu negara dari Eropa Barat, Eropa Timur, Britania, dan Amerika Latin. Saat itu, Piala Dunia tidak memunculkan satupun wakil dari zona Asia dan Afrika. Beberapa negara kawasan tersebut menolak bermain apabila bertemu dengan Israel.
Indonesia saat itu punya peluang besar untuk mengikuti turnamen Piala Dunia keduanya. Diisi oleh bintang sekelas Ramang, Garuda saat itu lolos ke babak kedua putaran kualifikasi setelah mengalahkan China di Grup 1. Langkah Indonesia kemudian diikuti Mesir (Grup 3), Sudan (Grup 4), serta Israel (Grup 2).
Mengetahui mereka akan bermain melawan Israel, Indonesia dan Mesir memutuskan untuk tidak mau melawan Israel apabila tidak digelar di tempat netral. Dilandasi solidaritas terhadap negara-negara Arab, kedua negara tersebut memutuskan mengundurkan diri. Sudan yang seharusnya menjadi lawan Israel juga menolak main karena alasan politik.
Jadilah Israel satu-satunya negara yang tersisa. Sayangnya, FIFA menolak untuk menerima negara yang tidak bermain dalam babak kualifikasi. Hal inilah yang membuat FIFA kemudian mengadakan babak play off khusus antara Wales dan Israel. Sayangnya, dua pertandingan tersebut dimenangi Wales yang membuat mereka lolos keputaran final Piala Dunia 1958.
Sepatu Pembawa Berkah
Babak penyisihan grup Piala Dunia 1958 pun tidak luput dari kejadian menarik. Di Grup 1, Argentina meminjam jersey klub Swedia, IFK Malmo karena jersey mereka sama dengan kepunyaan timnas Jerman. Tim Tango sendiri gagal lolos karena kalah saing dengan Irlandia Utara. Di Grup 2, 31 gol yang terjadi di enam laga grup menjadikan grup tersebut sebagai penyumbang gol terbanyak.
Pada Grup 3, Wales yang tidak diunggulkan mampu menyingkirkan runner up empat tahun sebelumnya, Hungaria. Sementara Grup 4 kejutan didapat Inggris yang tidak lolos ke babak perempat final.
Akan tetapi, babak fase grup seolah menjadi panggung kebintangan striker Prancis saat itu, Just Fontaine. Dari 11 gol yang dibuat Si Biru di babak grup, enam berasal dari anggota tubuhnya. Fontaine sendiri saat itu bukanglah penyerang andalan Prancis. Striker utama mereka saat itu, Rene Bliard absen karena cedera engkel kaki.
Yang menarik, nama Fontaine mencuat sebagai pembuat sejarah Piala Dunia berkat sepasang sepatu pinjaman. Sebelum keberangkatan tim Prancis ke Swedia, Fontaine, yang memperkuat Stade de Reims, mendapati sepatunya rusak. Fontaine sendiri bingung mengingat ia saat itu tidak memiliki sponsor.
Kemudian datanglah striker Stephane Bruey yang menawarkan sepatunya untuk dipinjam Fontaine. Bruey saat itu hanyalah pemain cadangan di skuad arahan Albert Batteux. Kebetulan ukuran kaki keduanya pas sehingga Fontaine pun tidak khawatir lagi.
Dengan sepatu itulah, Fontaine kemudian membuat sejarah. Setelah enam gol di penyisihan grup, ia menambah tujuh gol lagi di fase gugur sehingga pundi-pundinya menjadi 13 gol. Inilah jumlah gol tertinggi yang bisa diciptakan seorang pemain dalam satu putaran final Piala Dunia. Rekor yang hingga saat ini belum bisa dipecahkan.
Sayangnya, sepatu ini tidak membawa Prancis ke babak final dan harus puas hanya menempati peringkat ketiga. Mereka dikalahkan Brasil 5-2 di semifinal dengan Fontaine mencetak satu gol kala itu.
Sinar Pele
Selain Just Fontaine, turnamen saat itu juga memunculkan bintang muda yang nantinya akan menjadi legenda sepakbola dunia. Bernama Edson Arantes do Nascimento, pemain yang akrab disapa Pele itu kemudian melakukan debutnya ketika Brasil ditahan imbang tanpa gol Inggris. Akan tetapi, Pele ketika itu belum memunculkan aura bintang hingga fase grup berakhir.
Nama Pele kemudian terangkat ketika memasuki fase gugur. Satu golnya membawa Samba menyingkirkan Wales dan melangkah ke babak semifinal. Di babak semifinal, ia membuat trigol ketika menyingkirkan Prancis yang tidak kalah hebat dengan Just Fontaine nya.
Aksi Pele kemudian menjadi fenomena ketika mereka bertemu tuan rumah di partai puncak. Unggul 2-1 setelah dua gol dari Vava, Pele mendapat umpan panjang dari Didi pada menit ke-66. Dikawal ketat bek Swedia, Pele menerima bola tersebut dengan dada sebelum melambungkan bola tersebut melewati kepala Bengt Gustavsson. Sebelum bola menyentuh tanah, Pele menembak bola tersebut ke pojok kanan gawang Swedia.
Gol ini kemudian menurunkan mental pemain Swedia yang kembali kebobolan lewat Mario Zagallo dan Pele pada menit terakhir. Selepas laga, Pele menangis karena berhasil menuntaskan rasa sakit hati ayahnya yang menangis akibat tragedi Maracanazo. Swedia dikalahkan oleh pemain sirkus. Pele menjadi pemain termuda yang bisa mencetak gol serta meraih tropi Piala Dunia.
Tidak hanya itu, golnya pun disebut-sebut sebagai satu dari tiga gol terbaik sepanjang sejarah World Cup bersanding dengan gol Michael Owen (vs Argentina 1998), dan Maradona (vs Inggris 1986). Pada September 2004, kostum yang dipakai Pele saat mengalahkan Swedia dilelang dan laku sebesar 983 juta rupiah.
Seri dan Sejarah Piala Dunia:
(1) Piala Dunia 1930: Rumit, Perjalanan Jauh, Serta Final Dua Bola (2) Piala Dunia 1934: Mussolini, Oriundi, Hingga Hukuman Mati (3) Piala Dunia 1938: Diundi Cucu, Debut Indonesia, Dan Sensasi Leonidas (4) Piala Dunia 1950: Aksi WO, Tumbangnya Raja Sepakbola, dan Kesombongan Brasil