Akhirnya palu sudah diketuk. Hukuman bagi Persib Bandung sudah dijatuhkan oleh Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Tak tanggung-tanggung, ada sembilan hukuman yang diberikan kepada Persib. Sangat banyak
Hukuman ini diberikan menyusul meninggalnya Haringga Sirla, salah satu suporter Persija, saat menyaksikan laga Persib-Persija di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, 23 September 2018 silam. Dia meninggal akibat dikeroyok oleh sekelompok oknum suporter Persib di daerah Gerbang Biru Stadion GBLA.
Dianggap lalai dalam menyelenggarakan pertandingan yang aman dan nyaman, Persib pun dikenai hukuman oleh PSSI. Berdasarkan hasil sidang Komdis PSSI yang dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2018 silam, total ada sembilan hukuman yang dialamatkan kepada Persib. Jika didedah per poin lagi, malah sekira ada 11 sampai 12 hukuman yang diterima oleh Persib.
Baca juga: Banjir Sanksi untuk Persib Bandung
Sontak hukuman yang diterima oleh Persib ini membuat beberapa elemen di dalam tubuh Persib kesal. Manajer Persib, Umuh Muchtar, adalah yang paling kesal atas hukumannya ini, Malah, dengan lantang, dia menyuarakan agar PSSI dibubarkan saja, karena dianggap tidak becus dan adil mengelola sepak bola Indonesia.
“Untuk apa ada investigasi, untuk apa ada tim datang ke Bandung, investigasi menanyakan semua permasalahan, mengumpulkan data-data, buat apa? Saya inginnya PSSI dibubarkan saja. Karena ini tidak adil,” ujar Umuh.
“Bubarkan aja semua. Tapi jangan cuma ketua umumnya saja. Bubar saja semua. Sangat-sangat tidak adil kalau hanya ketuanya yang diberhentikan,” tambahnya.
Lalu, apakah memang hukuman bagi Persib itu berlebihan? Atau, apakah memang ini bentuk ketegasan dari PSSI?
Baca juga: Wacana Hukuman pada Persib: Sudahkah Sesuai Regulasi?
PSSI Sebagai Hakim
Perkara memberikan hukuman kepada klub-klub yang berkompetisi di Liga 1, PSSI sebenarnya sudah memiliki dua dasar acuan yang sangat jelas: Regulasi Liga 1 dan Kode Disiplin PSSI. Dua hal ini merangkum secara jelas jenis-jenis pelanggaran apa saja yang kemungkinan dilakukan klub, beserta hukuman-hukuman yang akan diterima klub jika melakukan pelanggaran tersebut.
Nah, untuk pelanggaran Persib menyoal kematian Haringga ini, hanya pihak panpel dan klub-lah yang perlu diberikan pertanggungjawaban. Berdasarkan regulasi Liga 1, tepatnya pasal 3 dan 4, penonton adalah tanggung jawab klub. Tidak hanya penonton kandang, tapi juga penonton tandang. Panpel dan klub harus bisa mengadakan pertandingan yang aman dan nyaman, baik itu bagi suporter tandang maupun kandang.
Kegagalan dalam menyelenggarakan pertandingan juga sudah diatur dalam Kode Disiplin PSSI. Ada pasal 68. 69, dan 70 Kode Disiplin PSSI yang mengatur perihal hukuman jika panitia pelaksana gagal menyelenggarakan pertandingan secara aman dan tertib. Ada juga pasal 60 yang berlaku bagi panpel atau klub dalam mengatur tingkah laku penonton di dalam stadion.
Jika ditotal, seperti yang sudah ada dalam tulisan di laman ini sebelumnya, Persib maksimal akan terkena denda sebesar 50 juta rupiah, dan juga akan menjalani laga tanpa penonton selama dua laga. Jika ditambah lagi dengan pasal 60, mengingat selama laga kerap terjadi aksi penonton yang dianggap tidak merepresentasikan “fair play” (mungkin karena tensi laga yang panas), maka maksimal Persib akan main empat laga tanpa penonton.
Sedangkan bagi pemain, hukuman yang bisa diterima adalah maksimal 6 laga tidak boleh main. Hal ini didasarkan pada pasal 49 Kode Disiplin PSSI yang mengatur soal tingkah laku buruk terhadap pemain. Larangan 6 laga sendiri diberikan jika sang pemain ketahuan meludahi pemain lain.
Lalu, apa hukuman yang diterima Persib? Main tanpa penonton sampai pertengahan musim 2019 mendatang, baik itu kandang dan tandang, panpel didenda 100 juta rupiah beserta sanksi dilarang ikut kepanitian Persib bagi panpel dan security officer selama dua tahun, beserta hukuman-hukuman larangan main dari dua, empat, sampai lima laga bagi para pemain seperti Bojan Malisic, Jonathan Bauman, Ardi Idrus (hanya peringatan), serta Ezechiel N’Douassel.
Hukuman yang berat bukan? Wajar saja jika elemen Persib, baik itu manajemen, pemain, pelatih, dan suporter, berang karenanya.
Tapi, jika menelisik dari kacamata PSSI, sebenarnya hukuman ini sudah tergolong tegas. Menyiksa Persib, bahkan sampai menganggap bahwa Persib digembosi dan sebagainya, adalah upaya agar para elemen dalam Persib belajar. Menurut hemat saya, seharusnya hukuman seperti ini diberikan tahun lalu, kala (alm.) Ricko Andrean meninggal, sehingga efek jera akan terasa. Apalagi saat itu situasi Persib tengah kacau, sehingga bisa jadi bahan belajar.
Baca juga: Belajar dari Persib dan Persija, Agar Kekerasan Tak Lagi Dibiasakan
Hukuman yang Seperti Penggembosan
Memberikan hukuman yang berat bagi Persib sekarang, malah terkesan akan memberikan sebuah stigma buruk. Performa Persib tengah apik di liga, dan sampai pekan 23 Liga 1 2018, mereka masih bertengger di puncak klasemen. Pemberian hukuman ini tentu akan memberikan preseden bahwa PSSI tidak ingin Persib juara. Apalagi, bobotoh juga tidak tahu dasar pasal apa yang diterapkan bagi hukuman Persib, dan apakah jenis pelanggaran memang sudah sesuai dengan hasil investigasi tim PSSI.
Ditambah lagi adanya hukuman yang banyak diberikan kepada pemain. Hukuman ini, dari kacamata bobotoh, jelas terlihat menggembosi, meski pada kenyataannya ribut-ribut besar antarpemain memang terjadi di atas lapangan. Meski para pemain Persija juga akhirnya kena hukum PSSI, tapi emosi bobotoh dan manajemen Persib kadung membuncah.
Alhasil, bobotoh marah besar akan hal ini, dan rencananya akan mendemo PSSI soal hukuman tersebut. Persib juga akan mengajukan banding terkait hal ini, karena menganggap PSSI memberikan hukuman tanpa melihat fakta yang ada dan berada di bawah tekanan publik bahwa Persib adalah pihak yang bersalah.
Sebagai Bahan Renungan
Sejatinya, apa yang dilakukan Persib dan bobotoh sudah benar. Saat merasa didzalimi, mereka akan melawan dengan cara masing-masing. Tapi, ada baiknya hukuman ini juga jadi renungan bagi Persib dan juga semua suporter Persib, baik itu Viking, Bomber, The Bombs, atau bobotoh yang tak ada afiliasi dengan firma-firma di atas, bahwa tindakan emosional sesaat bisa memberikan dampak yang sebegitu besar.
Sekarang, melawan adalah hal wajib yang mesti dilakukan bagi bobotoh. Sedangkan bagi pihak-pihak di luar Persib, kejadian ini juga seharusnya jadi bahan pemikiran mereka, bahwa hukuman yang sama juga bisa terkena kepada mereka di kemudian hari jika para suporter mereka berlaku sembrono.
Sedangkan bagi PSSI, mereka harus tepat janji. Jika kelak kejadian yang sama terjadi di klub lain, maka mereka harus menerapkan hukuman yang sama beratnya dengan yang mereka berikan kepada Persib. Jika tidak, berarti hanya ada satu frasa: PSSI adalah keledai.