FC Metz, Salah Satu Gudang Talenta Terbaik di Prancis

Foto: Twitter FC Metz

Duduk sebagai juru kunci Ligue 1 2017/2018 setelah hanya mengoleksi enam kemenangan sepanjang musim, FC Metz kembali turun ke divisi dua Prancis. Tapi tak butuh waktu lama untuk Les Grenats kembali ke habitat asli mereka. Menang 2-1 melawan Red Star (26/4), Metz dipastikan kembali ke Ligue 1 untuk musim 2019/2020.

“Kunci sukses kami adalah perekrutan yang dilakukan oleh klub. Direktur Olahraga Metz Philippe Galot melakukan pekerjaannya dengan baik. Presiden Metz Bernard Serin dekat dengan semua pihak. Ia mempercayakan tim ini kepada Frederic Antonelli yang memiliki pengaruh besar di ruang ganti. Kini, kami kembali ke Ligue 1,” kata penjaga gawang Metz, Alexandre Oukidja.

Metz mungkin bukan kesebelasan yang diperhitungkan di Prancis. Tidak ketika Paris Saint-Germain (PSG), Olympique Marseille, Lyon, dan AS Monaco memiliki dana besar untuk jadi pesaing utama gelar juara Ligue 1. Namun sama seperti kesebelasan papan atas tersebut, Metz juga punya gudang talenta yang cukup untuk menghidupi tim mereka.

Jika bicara soal gudang talenta di Prancis, Lyon mungkin jadi yang utama. Nabil Fekir dan Tanguy Ndombele menjadi contoh terakhir dari mereka. Kemudian disusul oleh AS Monaco berkat kesuksesan Kylian Mbappe. Baru ke PSG, yang meski memiliki banyak uang terbukti peduli juga pada pemain-pemain muda.

Metz tidak ada dalam perbincangan tersebut. Padahal akademi mereka juga terbukti bisa melahirkan pemain-pemain handal. Olivier Keman, Maxwel Cornet, dan Thomas Didillon adalah beberapa nama yang lahir dari akademi Metz. Didillon dan Keman sudah membela tim nasional Prancis sejak U16. Begitu juga dengan Cornet yang memilih untuk membela Pantai Gading di level senior.

Namun banyak yang lupa bahwa nama-nama seperti Sebastien Bassong, Pappis Cisse, Emmanuel Adebayor, Miralem Pjanic, Kalidou Koulibaly dan Sadio Mane juga dibesarkan oleh Metz.

Membiayai Akademi di Senegal

Foto: FC Metz

Adebayor belajar di akademi Metz selama tiga tahun sebelum diorbitkan ke tim senior pada 2001 dan menarik minat AS Monaco. Pjanic belajar di akademi Metz, naik ke tim utama selama satu musim dan diboyong Lyon pada 2008. Dari Lyon ia baru dikenal sampai meraih tiga gelar Serie-A bersama Juventus.

Cisse pertama mendarat di Eropa berkat Metz hingga akhirnya bisa besar bersama Newcastle United. Kalidou Koulibaly dua kali masuk akademi Metz. Pertama di 2003, belajar di sana hingga 2006 sebelum kembali lagi pada 2009. Dirinya membela Metz II hingga 2011 sebelum menjalani satu musim penuh bersama tim utama.

Jasa Koulibaly kemudian diminati KRC Genk, menjadi besar bersama Napoli, dan diminati berbagai kesebelasan top Eropa. Semua dimulai dari Metz. Begitu juga dengan Sadio Mane yang diboyong Metz dari Senegal pada 2011. Alasan Metz bisa mendapatkan Cisse, Mane, dan Koulibaly adalah karena kerja sama mereka dengan Generation Foot.

“Akademi Generacion Foot bergerak bersama Metz sejak 2003. Kami memberikan mereka kesempatan hidup dan bermain sepakbola dari sini,” kata pendiri Generacion Foot, Mady Toure. “Metz tidak perlu mengeluarkan biaya transfer jika ingin mendatangkan pemain dari sini. Sebagai gantinya, mereka yang membayar biaya opersional akademi,” tutur Manajer Generation Foot Olivier Perrin.

Kehilangan Antoine Griezmann

Foto: FIFA

Antoine Griezmann bahkan pernah coba masuk ke akademi Metz, namun gagal diikat oleh mereka. Padahal Griezmann tampil impresif di uji coba Macon melawan FC Sens.

“Dia melakukan ‘Marseille Turn’ di tengah pertandingan dan mencetak gol untuk Metz,” kata teman Griezmann, Jean-Baptiste Michaud yang menyaksikan pertandingan tersebut bersama keluarganya. Griezmann mencetak satu gol dan arsiteki empat lainnya. Kodjo Afiadegnigban selaku pemandu bakat Metz langsung menghubungi Perrin.

“Seorang gelandang serang dengan kaki kiri, memiliki teknik bagus dan operan jitu. Ia seperti bisa melihat pertandingan lebih cepat dibandingkan lainnya. Punya kemampuan untuk menjadi pemimpin meski tubuhnya tidak terlalu besar. Tolong segera beri dirinya kesempatan. Ini penting,” tulis Afiadegnigban dalam e-mail kepada Perrin.

“Metz kemudian memberikan kontrak kepada Griezmann. Semua sudah setuju. Namun tiba-tiba mereka [Metz] membatalkan kesepakatan tersebut. Hal itu memberikan pukulan psikologis untuk Griezmann dan keluarganya. Sampai sekarang saya tak tahu alasan Metz membatalkan Griezmann,” kata Afiadegnigban.

Generasi Emas di Akhir 90-an

Foto: Pinterest

Melihat Griezmann di Atletico Madrid, seharusnya Metz bisa mengulang kesuksesan di akhir 90-an. Mengandalkan pemain-pemain akademi mereka untuk menjadi pesaing utama Ligue 1 dan mewakili Prancis di kompetisi antar klub Eropa.

Periode 1996-1999 menjadi masa-masa terbaik Metz di sepakbola Prancis. Mengandalkan Rigobert Song, Robert Pires, dan Louis Saha sebagai tumpuan utama. mereka menjuarai Coupe de la Ligue 1996 dengan mengalahkan Lyon lewat adu penalti. Saat itu Saha belum masuk ke tim senior Metz, mereka masih mengandalkan mantan penyerang Gamba Osaka, Patrick Mboma di lini depan.

Tapi Saha membantu Metz jadi runner-up Piala Intertoto 1999 dengan mencetak gol ke gawang Polonia Warsawa dan West Ham. Sayangnya, mereka gagal mempertahankan keunggulan 1-0 di partai final lawan the Hammers dan ditundukkan dengan agregat 3-2 oleh Frank Lampard dan kawan-kawan.

Metz juga pernah menduduki peringkat dua Ligue 1 1997/1998. Memiliki poin yang sama dengan juara liga, RC Lens. Namun kalah dalam produktivitas gol. Saat itu Metz hanya bisa mengandalkan Bruno Rodriguez di lini depan. Djima Oyawole, Mariano Bombarda, ataupun Amara Traore tidak bisa diandalkan. Justru Robert Pires yang menjadi topskorer kedua klub saat itu dengan 11 gol, dua di bawah Rodriguez.

Metz adalah titik awal bagi mereka semua. Melihat Les Grenats absen dari Ligue 1 adalah kesedihan bagi Pires dan Saha. “Melihat kesebelasan yang memulai semuanya bagi diri saya ada dalam krisis tentu menyedihkan,” kata Saha.

“Saya sedih melihat kondisi Metz, mereka adalah kesebelasan yang memberi saya peluang jadi pesepakbola profesional,” tambah Pires. Untungnya, Ligue 1 2019/2020 akan kembali diikuti oleh Metz. Kesedihan pun berkurang!