Piala Dunia 1974: Aksi Mwepu, Sejarah Dua Jerman, dan Menguapnya Total Football

Status Jerman Barat sebagai tuan rumah Piala Dunia 1974 nyaris saja batal. Bagaimana tidak? Para negara peserta takut kejadian pada 5 September 1972 kembali terulang. Pada hari itu, Munich yang menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas mendapat cobaan dengan terbunuhnya 11 atlet Israel oleh para teroris.

Beruntung, kejadian yang ditakutkan tidak terjadi. Sangat disayangkan apabila turnamen ini diganggu hal-hal yang tidak diinginkan mengingat Piala Dunia edisi ini adalah era baru dari turnamen empat tahunan tersebut.

Trofi Jules Rimet diganti oleh trofi baru karya Silvio Gazzaniga yang dipakai sampai sekarang. Presiden FIFA pun sudah berganti yaitu Joao Havelange. Nama ajang pun tidak lagi bernama Jules Rimet Cup melainkan FIFA World Cup.

Format pertandingan pun kembali berubah. Tidak ada lagi babak perempat final. Empat juara grup serta runner up dibagi lagi dalam dua grup. Pemenang grup akan bertemu di babak final sementara posisi kedua tiap grup akan memperebutkan tempat ketiga. Selain itu, untuk pertama kalinya selisih gol digunakan.

Cerita Miris di Balik Aksi Konyol Ilunga Mwepu

Piala Dunia edisi ke-10 memunculkan kejutan dengan tidak lolosnya negara-negara unggulan macam Prancis, Spanyol, Inggris, dan Hungaria. Sebaliknya, ada tiga negara yang memulai debutnya di Jerman 1974 yaitu Australia, Haiti, dan Zaire. Jika dua negara pertama tidak membawa cerita apa-apa maka lain halnya dengan Zaire. Meski bernasib sama yaitu tiga kali kalah di grup, Zaire pulang membawa cerita.

Ketika menghadapi Brasil pada pertandingan kedua di Grup B, salah satu pemainnya yang bernama Ilunga Mwepu melakukan aksi konyol. Saat Rivellino dan Jairzinho bersiap mengambil tendangan bebas, Mwepu tiba-tiba berlari dari Pagar Betis dan menyapu bola kendati belum disentuh pemain Brasil.

Aksi tersebut kemudian menjadi bahan olok-olokan oleh para penikmat sepakbola. Seringkali aksi Mwepu ini masuk dalam momen terkonyol sepanjang sejarah sepakbola. Banyak pula yang menilai kalau aksi Mwepu itu menunjukkan kalau sepakbola Afrika masih terbelakang dan tidak mengerti peraturan. Nyatanya, apa yang dilakukan Mwepu ini merupakan aksi protes atas pemerintah mereka.

Penulis bernama Shaughan McGuigan mengungkapkan kalau dalang di balik aksi Mwepu ini adalah Presiden mereka, Mobutu Sese Seko yang ingkar janji soal bonus kepada para pemain Zaire. Sebelumnya, Seko berjanji akan memberikan mobil rumah, dan liburan ke luar negeri untuk para pemain yang membawa Zaire tampil di Piala Dunia. Nyatanya, bonus itu tidak pernah dibayarkan hingga dirinya wafat 2015 lalu.

Para pemain justru diancam tidak boleh pulang ke negaranya jika kalah lima gol dari Brasil. Beruntung mereka hanya kalah 3-0. Kekesalan atas Seko membuat mereka main tidak bergairah dalam partai terakhir yang membuat mereka dikalahkan Yugoslavia 9-0. “Kami akhirnya tetap bermain, tapi kami melakukan sabotase. Itulah yang membuat kami kalah 9-0 dari Yugoslavia.

Bertemunya Dua Jerman

Piala Dunia 1974 juga menghadirkan sejarah khususnya bagi Jerman. Saat itu, untuk pertama kalinya Jerman Timur (Jertim) dan Jerman Barat (Jerbar) berada satu panggung dalam sepakbola. Keduanya pun berada di Grup A dan bertemu dalam partai hidup mati yang menentukan siapa yang menjadi juara grup.

Jertim butuh menang sementara Jerbar hanya butuh satu poin. Bumbu politik tentu tidak lupa diikutsertakan. Jertim yang menganut paham sosialis sementara Jerbar merupakan penganut paham kapitalis yang kental. Atmosfer tersebut menjalar di sepakbola.

Menariknya, kerasnya situasi politik mereka tidak menjalar ke dalam lapangan. Volkspark Stadion memanggungkan permainan keras kedua kesebelasan yang masih dalam koridor Fair Play. Pada menit ke-77, pemain sayap Jertim, Erich Hamann berlari sejauh 27 meter dan berhadapan dengan Franz Beckenbauer. Hamann berhasil membuat Der Kaizer ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Hamann kemudian mengumpan bola kepada Jurgen Sparwasser yang menanti di kotak penalti.

Sparwasser kemudian mengecoh Berti Vogts dan Dieter Hottges sebelum menipu penjaga gawang Sepp Maier. Sparwasser kemudian menjadi pahlawan Jertim yang menang 1-0 atas saudara tuanya tersebut. Jertim menjadi juara grup sementara Jerbar hanya puas di posisi kedua.

Akan tetapi, keberhasilan skuad Georg Buschner saat itu dipandang sebagai sebuah konspirasi untuk membantu Jerman Barat tidak berada satu grup dengan Belanda, Brasil, dan Argentina. Meski begitu, para pembuat sejarah Jerman Timur tidak mau ambil pusing terkait tuduhan tersebut.

“Kalau nisan saya bertuliskan ‘Hamburg 74’ maka orang-orang tahu siapa yang terbaring di sana,” ujar sang pencetak gol Sparwasser. “Sekarang saya mendukung Jerman namun saya lahir di Jerman Timur dan mata saya masih berkaca-kaca jika mengingat kemenangan tersebut,” tutur Klaus Schneider, rekan setim Sparwasser.

Menguapnya Totaal Voetball

Selain Zaire dan sensasi Jerman Timur, Piala Dunia 1974 juga diwarnai dengan pesona dari kesebelasan negara Belanda. Si Oranye memukau mata dunia dengan taktik Total Footballnya. Konsep permainan ala Rinus Michels saat itu terbilang sederhana. Dengan nama-nama macam Johan Cruyff, Jonny Rep, dan Johan Neeskens, para pemain harus bisa berperan dalam posisi apa saja. Penyerang bisa menjadi pemain belakang, pemain belakang pun bisa membantu dalam menyerang.

Langkah mereka pun berjalan mulus. Pada babak grup, hanya Swedia yang sanggup menahan imbang mereka dengan tanpa gol. Memasuki fase grup kedua, Belanda memborong tiga pertandingan dengan kemenangan tanpa sekalipun kebobolan. Mereka pun bertemu Jerman pada babak final.

Gelar seolah sudah di tangan mereka setelah Johan Neeskens mencetak gol melalui penalti pada menit kedua. Sayangnya, mereka tidak bisa menambah gol sepanjang sisa pertandingan. Sebaliknya, Jerman mencetak dua gol melalui Gerd Muller dan Paul Breitner. Der Panzer menjuarai Piala Dunia untuk kedua kalinya dan menjadi negara pertama yang merasakan nikmatnya mengangkat piala baru.

“Kami adalah juara yang sebenarnya,” ujar Cruyff. Sementara Johnny Rep mengungkapkan, “Kami lupa mencetak gol kedua.”

***

Selain tiga cerita di atas kejutan lain pada Piala Dunia 1974 adalah munculnya Polandia sebagai peraih tempat ketiga. Mereka mengalahkan Brasil 1-0 melalui gol Grzegorz Lato. Sang striker sendiri bahkan mengakhiri turnamen sebagai Top Skor dengan 7 gol.

Seri dan Sejarah Piala Dunia:

(1) Piala Dunia 1930: Rumit, Perjalanan Jauh, Serta Final Dua Bola
(2) Piala Dunia 1934: Mussolini, Oriundi, Hingga Hukuman Mati
(3) Piala Dunia 1938: Diundi Cucu, Debut Indonesia, Dan Sensasi Leonidas
(4) Piala Dunia 1950: Aksi WO, Tumbangnya Raja Sepakbola, dan Kesombongan Brasil
(5) Piala Dunia 1954: Banyak Gol, Pertarungan Bern, dan Sepatu Adidas
(6) Piala Dunia 1958: Anti Israel, Berkah Sepatu Pinjaman, dan Sinar Pele
(7) Piala Dunia 1962: Pertempuran Santiago, Kemunculan Garrincha, Takhayul Cile
(8) Piala Dunia 1966: Milik Pickles, Korea Utara, dan Geoff Hust
(9) Piala Dunia 1970: Skandal, Perang, dan Sejarah Brasil