Berkat Guardiola, Real Madrid Kalahkan Barcelona

Foto: Eurosport

Selayaknya musuh bebuyutan yang menyimpan rasa dendam dan dengki, Real Madrid dan FC Barcelona bersaing di segala aspek. Bukan sekadar masalah piala, prestasi, atau pamor di dunia sepakbola. Namun juga memperebutkan talenta-talenta terbaik dunia.

Barcelona mungkin memenangkan tanda tangan Neymar pada 2013, tapi dalam beberapa tahun terakhir Real Madrid yang menjuarai pertarungan ini. Mereka berhasil mengikat jasa Vinicius Junior, Rodrygo Goes, dan Takefusa Kubo yang juga diincar oleh musuh bebuyutan mereka.

Awalnya, kehadiran Vinicius dan Rodrygo di Ibu kota Spanyol tidak lepas dari rasa dendam Los Blancos setelah gagal mendapatkan Neymar. Akan tetapi, kemudian Kubo datang dari FC Tokyo.

Pemain yang dijuluki ‘Messi dari Jepang’ itu sempat membela Barcelona ketika masih kanak-kanak. Sayangnya, Blaugrana gagal mempertahankan Kubo karena terbukti melakukan transaksi ilegal. Mendatangkan pemain di bawah umur jauh dari zona yang sudah ditentukan. Kubo pun terpaksa dipulangkan ke Jepang.

Setelah Kubo sudah cukup umur, Barcelona kembali mendekati dirinya. Namun kali ini, pemain kelahiran 4 Juni 2001 itu lebih memilih Real Madrid. Barcelona mengobati rasa sakit hati mereka dengan mendaratkan Hiroki Abe dari Kashima Antlers. Akan tetapi, hal itu tidak menghentikan momentum Real Madrid untuk memenangkan persaingan talenta-talenta muda dengan Barcelona.

Kabarnya, tinggal menunggu waktu sebelum gelandang serang Real Zaragoza, Alberto Soro, memperpanjang daftar kekalahan Blaugrana. Soro sebenarnya sudah lebih lama dikaitkan dengan Barcelona. Tapi Real Madrid kini dijagokan untuk mendaratkan Soro.

Pengaruh Guardiola

Foto: Sportskeeda

Uniknya, keberhasilan Los Blancos untuk mendapatkan jasa pemain-pemain ini tak lepas dari pengaruh legenda Barcelona, Josep ‘Guardiola. Sebelumnya, Blaugrana selalu lebih unggul ketimbang Real Madrid urusan pemain muda. La Masia dan tim B mereka jauh lebih populer dibandingkan La Fabrica ataupun Castilla. Era kepelatihan Guardiola kemudian jadi puncak kejayaannya.

Guardiola mungkin sudah tak lagi menangani Barcelona ketika mereka bermain dengan 11 pemain jebolan La Masia melawan Levante pada November 2012. Namun tanpa Pep,  Tito Vilanova yang ketika itu mengasuh Blaugrana tidak mungkin bisa menurunkan 11 pemain akademi.

Pada musim terakhirnya saja (2011/2012), Pep mengorbitkan 13 pemain ke tim utama. Termasuk Sergi Roberto yang hingga tulisan ini dibuat, masih tercatat sebagai pemain Barcelona. Redaktur Sepakbola the Independent, Miguel Delaney, bahkan mengatakan bahwa penunjukan Pep Guardiola [jadi nakhoda Barcelona] pada 2008 telah mengubah wajah sepakbola.

Bagaimana tidak, sejak Guardiola meraih kesuksesan di Barcelona, semakin banyak klub yang mempercayakan tim mereka kepada mantan pemain ataupun pelatih akademi. Tanpa Guardiola, mungkin Thierry Henry, Frank Lampard, dan Zinedine Zidane, tidak akan dapat kesempatan untuk melatih.

Keraguan Terhadap Zidane

Foto: Planet Football

Zidane telah memberikan tiga piala Liga Champions secara beruntun kepada Los Blancos (2015-2018). Namun sebelum dirinya dipercaya menangani Sergio Ramos dan kawan-kawan, ia sempat diragukan oleh Presiden Real Madrid. Ia sempat diisukan dekat dengan Bordeaux yang juga pernah dibelanya selama empat tahun (1992-1996).

Tapi kemudian keberhasilan Guardiola mulai membuka mata Perez. Setelah menjadi tangan kanan Carlo Ancelotti, Zidane mulai dipercaya untuk mengasuh Castilla. Lalu, sekitar satu setengah tahun kemudian setelah Rafael Benitez didepak dari Santiago Bernabeu, Zidane naik menjadi kepala pelatih Real Madrid.

“Zidane paham ini pekerjaan yang sulit. Namun dirinya tidak mengenal kata mustahil,” kata Perez. Ramon Calderon yang menguasai Real Madrid sebelum Perez sempat ragu kepada Zidane. “Paling juga nanti dia akan diganti dengan Jose Mourinho. Zidane bukan sosok yang diinginkan oleh Perez,” ungkap Calderon.

Tapi kemudian, Zidane mengantarkan Los Blancos menjuarai Liga Champions. Mengalahkan rival sekota, Atletico Madrid lewat adu penalti. Zidane permanen di Bernabeu. Mourinho tak jadi datang dan kesuksesan terus dirasakan oleh Real Madrid.

Rotasi menjadi salah satu kunci Zizou dalam kepelatihannya. Ia memberikan kesempatan pada pemain-pemain muda dan berani mencadangkan nama-nama besar seperti Cristino Ronaldo. Isco dan Marco Asensio menjadi pemain yang paling merasakan efek positif dari Zidane. Nacho, Jese, Lucas Vazquez, semua jadi berguna di bawah asuhannya.

Zidane ala Guardiola

Foto: Gazeta Esportiva

Hal ini terus dilanjutkan Zidane selama menangani Real Madrid. La Fabrica dan Castilla mungkin dikenal sebagai tempat yang sulit bagi pemain-pemain muda. “Anak-anak ini mewakilkan Real Madrid. Bukan tim sembarangan, Real Madrid! Tentu harus ada sesuatu yang spesial dari mereka, kata Javier Moran yang menangani La Fabrica.

Namun berkat Zidane, jembatan antara La Fabrica, Castilla, dan tim utama menjadi lebih dekat. Real Madrid tetap membentuk ‘Galacticos’ seperti musim-musim sebelumnya. Tapi, hal itu diimbangi dengan kesempatan bagi talenta muda.

Martin Odegaard, Mariano Diaz, Marcos Llorente, Achraf Hakimi, hingga Federico Valverde, semuanya mendapatkan kesempatan membela tim utama. Jika jasa mereka dipinjamkan sekalipun, setidaknya terlihat sebuah titik cerah. Bahwa saat pulang, ada peluang untuk mereka mengenakan seragam Los Blancos.

Zidane seperti menggunakan cara Guardiola di Real Madrid. Sementara Barcelona, tidak lagi sama setelah Pep pergi. Berbagai pemain muda mereka dilego tanpa diberikan peluang membuktikan diri di tim senior. Ada yang dijual, dibeli kembali, hanya untuk dilepas lagi dengan harga yang lebih mahal.

Bahkan menurut Transfermarkt, hanya Carles Alena jebolan akademi Barcelona yang masih bertahan setelah dipromosikan pasca era Guardiola. Dari total 11 pemain yang naik dalam enam tahun terakhir, hanya Alena yang dapat tempat di Camp Nou.

Jebolan akademi lainnya yang masih bertahan adalah pemain-pemain binaan Guardiola seperti Lionel Messi, Gerard Pique, dan Sergi Roberto. Nama terakhir pun dikabarkan siap pergi dari Barcelona di musim panas 2019. Melihat hal ini wajar saja Real Madrid berhasil mengalahkan Barcelona dalam perebutan talenta-talenta muda.

***

“Paling tidak Barcelona mempromosikan pemain asli akademi. Real Madrid punya Vinicius, Rodrygo, dan lain-lain karena beli,” bela pendukung Blaugrana yang duduk di sebelah saya ketika menulis artikel ini.

Dia lupa bahwa Andres Iniesta didatangkan dari Albecete, Messi enam tahun di Newell’s Old Boys, dan Kubo datang jauh-jauh dari Jepang saat ia masih di bawah umur.