Bursa transfer saat ini menghadirkan fenomena di mana angka 30 juta paun terhitung murah untuk mendatangkan pemain. Jelas beda dengan lima tahun lalu, di mana 30 juta paun adalah angka yang dikeluarkan untuk mendatangkan pemain top. Akan tetapi, beda halnya dengan penjaga gawang. Justru baru di bursa transfer musim ini harga penjaga gawang melonjak.
Sepanjang dua dekade ke belakang, jarang sebuah kesebelasan menggelontorkan dana besar untuk pos penjaga gawang. Gianluigi Buffon yang merupakan transfer termahal direkrut Juventus dari Parma senilai 32 juta paun pada 2001. Sisanya, jarang ada kiper yang menyentuh angka 20 juta paun.
Sementara itu, pada dua musim terakhir, harga penjaga gawang melonjak begitu pesat. Naiknya harga penjaga gawang dimulai dari Ederson yang pindah ke Manchester City dengan nominal 34,7 juta paun musim lalu.
Baca juga: Siapa Kepa Arrizabalaga?
Musim ini ada tiga kepindahan penjaga gawang yang mencuri perhatian: Thibaut Courtois dari Chelsea ke Real Madrid dengan nilai transfer 31 juta paun, Alisson Becker dari Roma ke Liverpool sebesar 67 Juta Paun dan Kepa Arrizabalaga dengan nilai transfer 71 Juta Paun!
Besarnya nilai transfer penjaga gawang dua musim ini, membuktikan bahwa posisi penjaga gawang tidak lagi dianggap sebelah mata. Pos ini mulai dianggap sebagai salah satu posisi kunci di tim. Tidak jarang kini setiap klub memiliki dua penjaga gawang kelas dunia dalam tim nya.
Padahal sejak sepakbola diperkenalkan, pos penjaga gawang kerap dianggap sebagai pelengkap alias tidak penting. Karena posisi bertahan adalah posisi yang dianggap tabu dalam permainan. Apalagi posisi kiper, di awal permainan sepakbola abad 17, tidak pernah ada posisi kiper. Baru satu abad setelahnya kiper mulai dikenal meskipun tidak diaplikasikan secara utuh.
Baca juga: Kiper Cadangan yang Terlupakan
Sebagai Pelengkap dan Jarang Mendapatkan Pengakuan
Minimnya dana transfer sebuah klub untuk penjaga gawang, menunjukkan bahwa posisi ini dianggap tidak terlalu krusial. Berbeda dengan penyerang misalnya yang bertugas untuk mencetak gol. Di era 1950-an di mana menyerang dan mencetak gol sebanyak mungkin adalah kunci untuk meraih kemenangan. Tidak peduli sebanyak apa gol yang bersarang di gawang sendiri, selama masih bisa mencetak gol lebih banyak, tentu kemenangan akan diraih.
Stigma bahwa lini serang adalah kunci meraih kemenangan dan kiper hanya sebagai pelengkap, sedikit luntur. Ini dimulai ketika Lev Yashin berhasil memukau dunia dengan penampilan apiknya di klub maupun Tim Nasional. Secara statistik, Yashin tercatat menghentikan total 150 tendangan penalti selama karirnya, baik di Tim Nasional atau level klub.
Dalam buku Jonathan Wilson, The Outsider, A History of The Goalkeeper, terdapat satu bab khusus membahas mengenai bagaimana Lev Yashin mengubah pandangan soal pos penjaga gawang. Dynamo Moscow, klub yang dibela Yashin, merupakan klub yang subur. Namun PR mereka selalu kebobolan dengan banyak gol.
Baca juga: Alisson Becker, dari Pilihan Kedua hingga Jadi Kiper Utama AS Roma
Yashin kemudian unjuk gigi dan mencatatkan penurunan angka kebobolan Dynamo Moscow. Yashin pun menampilkan permainan apiknya di Tim Nasional. Ia bahkanbahkan mendapatkan penghargaan dari Uni Soviet sebagai pahlawan nasional. Puncaknya ketika Lev Yashin meraih gelar Ballon d’Or, pada 1963. Hingga saat ini belum ada penjaga gawang yang meraih gelar Ballon d’Or selain Yashin.
Kebijakan klub pun berubah. Menyadari pentingnya pertahanan terutama penjaga gawang, klub berbenah. Di era inilah penyediaan alat-alat tambahan untuk penjaga gawang seperti sarung tangan, pelindung lutut, mulai diciptakan. Meskipun begitu, dari segi transfer dan gaji, belum ada perubahan siginifikan.
Lalu apa faktor penjaga gawang sulit mendapatkan pengakuan sebagai posisi yang krusial di tim?
Ketika memasuki di mana teknologi berpengaruh besar terhadap permainan, angka statistik dijadikan pedoman bagi setiap klub dalam melakukan evaluasi baik kelemahan atau kelebihan tim. Sayangnya, semua angka statistik hanya merujuk terhadap efisiensi mencetak gol dan menciptakan peluang.
Baca juga: AS Monaco Sebagai Penampung Kiper yang Kalah di Final Piala Dunia
Hal ini bisa dibuktikan dengan betapa mudahnya mencari statistik jumlah gol, asis, key pass atau tendangan ke gawang. Namun Anda akan kesulitan mencari prosentase penjaga gawang melakukan penyelamatan, rasio kebobolan dengan keberhasilan mengagalkan peluang, atau keberhasilan kiper dalam mementahkan tendangan yang mengarah ke gawangnya.
Tentu ini juga turut mempengaruhi harga kiper di bursa transfer, karena klub jelas memerhatikan pemain-pemain yang berperan dalam mengubah hasil pertandingan, dalam artian mencetak gol, menciptakan peluang menghasilkan kemenangan. Faktor inilah yang menjadi faktor bagaimana Buffon yang menciptakan rekor transfer seorang penjaga gawang dan mempertahankannya dalam dua dekade.
Baca juga: 10 Kiper Termahal di Dunia
Kompleksitas Peran Penjaga Gawang
Sekarang, ketika Kepa Arrizabalaga berharga 70 juta paun, semua orang pasti sedikit mengernyitkan dahi ketika penjaga gawang bisa berharga semahal itu. Salah satu faktornya adalah harga pemain sepakbola sendiri yang meningkat secara pesat. Belum lagi sepakbola dari segi bisnis, membuat gelontoran uang dari para pemilik klub atau investor begitu mudah mengalir, tujuannya jelas sebagai investasi.
Selain itu peran penjaga gawang tidak sesederhana dulu. Para kiper tidak lagi hanya berfungsi untuk mengamankan gawang dari kebobolan. Kini penjaga gawang diwajibkan turut serta dalam permainan, melakukan passing, menjaga penguasaan bola, mengalirkan bola sekaligus membaca permainan.
Ederson dan Bravo di Manchester City merupakan contohnya. Kemampuan kedua penjaga gawang ini dalam melakukan passing dan melakukan penguasaan bola, sukses menyingkirkan Joe Hart dari tim utama, sekaligus mempermudah Manchester City melakukan penguasaan bola.
Sedangkan faktor lainnya, ketika statistik kemudian berkembang pesat, muncul adanya Expected Goals, atau xG. Lewat xG kita bisa mengetahui kualitas penjaga gawang secara kuantitatif bisa terlihat. Kini kita bisa mengetahui kualitas Buffon dan perannya terhadap poin Juventus secara keseluruhan.
Baca juga: Apa Itu TSR dan ExpG dalam Membaca dan Memprediksi Hasil Pertandingan?
Penampilan apik dalam mengagalkan peluang lawan oleh Buffon berpengaruh sebesar 20% terhadap kemenangan Juventus musim lalu. Sedangkan dibawahnya ada David De Gea sebesar 17%. Tentu angka ini kemudian menjadi patokan harga bagi klub yang menjualnya.
Mari berandai-andai, apabila xG sudah ditemukan di era dimana Lev Yashin masih aktif bermain. Lev Yashin, mencatatkan 438 penampilan dengan 209 kali tidak kebobolan. Angka tersebut menjadikan Lev Yashin berdistribusi terhadap 48% kemenangan timnya! Bayangkan apabila Buffon berharga 30 Juta Paun, dan Kepa Arrizabalaga (11%) bisa berharga 71 Juta Paun, berapakah harga dari Lev Yashin saat masih aktif bermain dan kemudian dijual ke klub lain?