Piala Dunia 1990: Dongeng Kamerun, Insiden Ludah, dan Air Mata Gazza

Pada 19 Mei 1984, Komite Eksekutif FIFA memilih Italia sebagai tuan rumah dan menyingkirkan proposal dari Uni Soviet, Yunani, Kroasia, dan Inggris. Sayangnya, Piala Dunia 1990 dinilai sebagai turnamen yang tanpa persiapan. Beberapa renovasi stadion berjalan lambat. Saat upacara pembukaan pun, Presiden FIFA, Joao Havelange, gagal memberikan sambutan karena pidato yang diucapkan Komite Pelaksana terlalu panjang.

Turnamen kali ini adalah turnamen yang membosankan. Hanya ada 115 gol yang tercipta dengan rata-rata gol 2,21 per laga. Catatan ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah. Meski membosankan, Piala Dunia 1990 dipenuhi banyak momen-momen menarik sepanjang turnamen ini berlangsung.

Sensasi Kamerun

Dunia dibuat tercengang saat juara bertahan Argentina kalah di partai pembukaan Piala Dunia 1990. Yang mengalahkan mereka adalah Kamerun yang datang dengan status tim debutan. The Indomitables Lion asuhan Valery Nepomniachi mengalahkan Albiceleste melalui gol tunggal Francois Oman Biyik dalam pertandingan yang diwarnai dua kartu merah bagi Kana Biyik, dan Benjamin Massing dengan tekel terkenalnya yang menyerang Claudio Canniggia.

Kamerun tampil luar biasa. Mereka finis sebagai juara grup B di atas Rumania dan Argentina. Pada babak perdelapan final mereka mengalahkan Kolombia 2-1. Satu-satunya negara yang bisa menghentikan mereka adalah Inggris. Itupun butuh perpanjangan waktu dan dua penalti. Meski kalah, penampilan Roger Milla cs mengundang pujian. Mereka adalah tim Afrika pertama yang bisa melangkah ke babak 8 besar Piala Dunia.

Berkah Kiper Cadangan

Tidak ada yang tahu kiprah seorang Sergio Goycoechea apabila tidak ada insiden yang melibatkan penjaga gawang utama mereka, Nery Pumpido. Kejadiannya terjadi pada partai kedua Argentina melawan Uni Soviet. Ketika itu, Nery mengalami cedera patah kaki dan digantikan oleh Goycoechea. Tidak disangka, kiper kedua mereka menjadi pahlawan.

Kepahlawanan Goyco dimulai pada babak perempat final melawan Yugoslavia. Bermain imbang 0-0 membuat laga harus dilanjutkan ke babak adu penalti. Dalam babak tos-tosan ini, Goyco menahan tiga penalti Yugoslavia dari Dragan Stojkovic (penendang pertama), Dragoljub Brnovic (penendang keempat), dan Faruk Hadzibegic (penendang kelima).

Kehebatan Goyco pada adu penalti kembali terjadi di semifinal saat menghadapi tuan rumah Italia. Dari lima penendang, hanya sepakan Franco Baresi saja yang berhasil menipu Goyco. Dari empat yang berhasil ditebak, hanya dua sepakan saja yang menjadi gol. Dua tembakan dari Roberto Donadoni dan Aldo Serena berhasil ditahan untuk membawa Argentina ke final Piala Dunia kedua mereka secara beruntun.

Sayangnya, penalti pula yang menghentikan langkah Goyco membawa Argentina juara. Di partai final melawan Jerman Barat, ia gagal menghalau sepakan penalti Andreas Brehme pada menit ke-85 meski arahnya bisa ditebak.

Saling Ludah Antara Rijkaard dan Voller

Tim nasional Belanda tampil begitu loyo. Datang sebagai jawara Eropa 1988, Oranye justru tidak bisa meraih satu kemenangan pun di babak penyisihan grup. Mereka bahkan lolos ke 16 besar hanya melalui jatah peringkat tiga terbaik. Di babak perdelapan final mereka kalah dari Jerman Barat. Selain gagal melangkah jauh, dalam turnamen tersebut Belanda membawa cerita memalukan dari salah satu pemainnya Frank Rijkaard.

Pada pertandingan itu, Rijkaard terlibat insiden dengan Rudi Voller yang berujung aksi meludah dari gelandang AC Milan tersebut. Insiden pertama terjadi, ketika tekel Rijkaard terlambat dan justru mengenai Voller. Wasit pun memberikan dia kartu kuning. Sambil berlari ke lini pertahanan, Rijkaard meludah ke arah kepala Voller. Protes Voller tidak digubris wasit dan justru malah diganjar kartu kuning.

Ludah kedua terjadi ketika Voller terlibat insiden dengan kiper Belanda, Hans Van Breukelen. Rijkaard yang masih emosi mendatangi Voller dan kembali terlibat perang mulut. Jengah dengan kelakuan dua pemain, wasit Juan Lostau memberikan kartu merah kepada keduanya. Saat Voller melangkah dengan tidak percaya, Rijkaard dari belakang kembali meludahi kepala Voller yang dibalas dengan ludah berikutnya dari Voller. Sayangnya, insiden ini kembali lepas dari kacamata wasit.

FIFA yang mengetahui kejadian tersebut memberikan skorsing tiga pertandingan untuk Rijkaard dan satu pertandingan untuk Voller. Pada 2004, keduanya tampil dalam sebuah iklan produk margarin sekaligus mengumumkan kalau keduanya sudah berdamai.

Air Mata Gascoigne

Pada 1990, Inggris memiliki pemain jenius dalam diri Paul Gascoigne. Dialah sosok gelandang serang terbaik yang pernah dimiliki Inggris sepanjang masa. Ia diharapkan bisa membawa Inggris meraih prestasi yang terakhir kali mereka raih pada 1966.

Segalanya berjalan lancar. Mereka lolos hingga semifinal dan akan menghadapi Jerman Barat. Laga berlangsung ketat dengan skor 1-1 sepanjang 90 menit setelah gol Andreas Brehme dibalas melalui go Gary Lineker.

Sembilan menit setelah babak perpanjangan waktu, Gascoigne terlambat melakukan tekel terhadap Thomas Berthold. Wasit Jose Ramiz memberikan Gazza kartu kuning. Kartu tersebut adalah yang kedua diterima Gazza sepanjang turnamen yang berarti kalau ia akan absen jika Inggris melaju ke final. Mengetahui mimpi Piala Dunianya berakhir, Gazza mengeluarkan air mata. Tidak ada yang menyangka kejadian tersebut sampai akhirnya Gary Lineker memberi isyarat menunjuk mata ke arah bangku cadangan tim Tiga Singa.

“Begitu wasit memberikan saya kartu kuning, saya sudah tahu kalau mimpi saya telah berakhir. Piala Dunia layaknya liburan yang dibiayai negara. Sejak kecil saya bermimpi bermain di Piala Dunia. Saat terkena kartu kuning, saya tahu kalau itu sudah selesai.”

Pada akhirnya Inggris benar-benar gagal ke final Piala Dunia 1990. Mereka kalah adu penalti 4-3 setelah sepakan Stuart Pearce dan Chriss Waddle gagal menemui sasaran.

 

Seri dan Sejarah Piala Dunia:

(1) Piala Dunia 1930: Rumit, Perjalanan Jauh, Serta Final Dua Bola
(2) Piala Dunia 1934: Mussolini, Oriundi, Hingga Hukuman Mati
(3) Piala Dunia 1938: Diundi Cucu, Debut Indonesia, Dan Sensasi Leonidas
(4) Piala Dunia 1950: Aksi WO, Tumbangnya Raja Sepakbola, dan Kesombongan Brasil
(5) Piala Dunia 1954: Banyak Gol, Pertarungan Bern, dan Sepatu Adidas
(6) Piala Dunia 1958: Anti Israel, Berkah Sepatu Pinjaman, dan Sinar Pele
(7) Piala Dunia 1962: Pertempuran Santiago, Kemunculan Garrincha, Takhayul Cile
(8) Piala Dunia 1966: Milik Pickles, Korea Utara, dan Geoff Hust
(9) Piala Dunia 1970: Skandal, Perang, dan Sejarah Brasil
(10) Piala Dunia 1974: Aksi Mwepu, Sejarah Dua Jerman, dan Menguapnya Total Football
(11) Piala Dunia 1978: Konspirasi, Salah Kostum, Hilangnya Johan Cruyff
(12) Piala Dunia 1982: Kontroversi, Kalahnya Jogo Bonito, dan Gelar Ketiga Italia