Apa serunya menyaksikan pertandingan pramusim? Pemain-pemain baru diperkenalkan, pemain muda unjuk gigi di tim utama, dan mungkin aksi-aksi individual yang mengundang decak kagum?
Selebihnya tidak ada daya tarik untuk menonton pertandingan pra musim. Pemain tentu saja tidak bermain secara kompetitif. Seringkali bahkan klub menurunkan pemain lapis kedua. Bahkan di beberapa kasus, pertandingan pramusim lebih mirip pertunjukan komedi.
Misalnya ketika pramusim 2001/2002, Fabian Barthez menjadi penjaga gawang pada babak pertama dan kemudian menjadi striker di babak kedua. Tentu saja Barthez kemudian terlihat letih berlari dan mengejar bola.
Namun tampaknya dalam beberapa tahun terkahir gengsi pra musim sedikit meningkat. Tidak lepas dari adanya International Championship Cup yang menyajikan pertandingan antarklub elite di pramusim. Tentu saja sebagai hiburan bagi yang datang menyaksikan Liverpool bersua dengan Manchester United, Real Madrid yang berhadapan dengan AC Milan. Tapi dengan tajuk pra musim tentu saja pemain yang diturunkan bukan pemain utama.
Baca juga: International Champions Cup dan Kapitalisme Sepakbola
Tapi bukan pramusim namanya apabila tidak menghasilkan sesuatu yang “baru”. Taktik atau formasi yang baru, komposisi pemain, dan penempatan posisi pemain yang diubah dari biasanya, selalu bisa dilihat di pramusim. Kini ditambah dengan adanya teknologi yang juga turut digunakan di pertandingan pra musim.
Pada pertandingan antara MLS All Star menghadapi Juventus, memang sekilas tidak ada yang aneh. Tapi pada pertandingan tersebut semua mata penonton yang menyaksikan di layar kaca tertuju pada Brad Guzan yang selalu disorot kamera. Alasannya? Penjaga gawang Atlanta United ini melakukan interaksi dengan komentator selama pertandingan berlangsung. Bahkan dengan sedikit terengah-engah Guzan menjawab beberapa pertanyaan lewat mic kecil yang dipasang di telinganya.
"I got the best seat in the house."
🗣️ @bguzan was mic'd up during the #MLSAllStar Game pres. by @Target.https://t.co/RHsF3MblRV
— Major League Soccer (@MLS) August 2, 2018
Memang asing rasanya bagi seorang pesepakbola menyahuti pertanyaan komentator di tengah pertandingan. Tentu saja akan menganggu konsentrasi sang pemain yang bermain di lapangan.
Penggunaan Mic di Lapangan
Penggunaan mic dan melakukan interaksi di tengah pertandingan dengan komentator, sudah dilakukan lebih dulu di olahraga kriket. Bahkan di kriket, interaksi ini dilakukan di kompetisi resmi bukan sekadar pertandingan persahabatan. Tujuannya tentu saja sebagai hiburan bagi para penontonnya.
Lalu apakah teknologi ini bisa diterapkan di kompetisi resmi? Mungkin tidak akan terjadi di kompetisi ketat seperti Premier League, Serie A, Bundesliga, atau La Liga. Alasannya jelas. Ketika seorang pesepakbola berada di lapangan, ia butuh konsentrasi 100% di posisinya.
Brad Guzan pada pertandingan menghadapi Juventus pun tampak sangat sulit untuk berkonsentrasi ketika komentator mencoba berbincang padanya saat MLS All Star menyerang. Ini menjadi bukti bahwa Brad Guzan pun sedang dalam konsentrasi penuh ketika tidak menghadapi tekanan.
Baca juga: ICC Ajang Pengumpul Pundi-Pundi Uang bagi Klub
Mungkin memang penggunaan mic dan interaksi ini tidak memberi keuntungan apapun (bahkan merugikan) bagi para pemain di lapangan. Namun sangat positif dari segi hiburan. Para penonton tv bisa mendengar apa yang diucapkan pemain.
Fungsi Mic di Lapangan
Namun seperti yang dijelaskan Jamie Goldberg, reporter Portland Timbers, interaksi di tengah pertandingan hanya sebatas memuat nilai hiburan tanpa nilai fungsional. Toh di tengah pertandingan dengan tensi tinggi, siapa yang peduli dengan ocehan komentator? Suporter yang mencoba mengganggu konsentrasi saja tidak mungkin didengar. Para pemain jelas akan fokus dengan permainan mereka di lapangan dan mencoba menampilkan permainan terbaiknya.
Sedangkan bagi MLS sendiri, mungkin penggunaan mic akan diujicobakan di pertandingan resmi liga. Percontohannya seperti yang dilakukan di NFL, di mana bahkan para fans beruntung bisa berinteraksi dengan pemain American Fotball idola mereka. Selain meningkatkan nilai komersial, interaksi ini juga bisa menjadi alternatif hiburan ketika sebuah pertandingan sedikit membosankan. Namun belum ada komentar resmi mengenai penggunaan mic di MLS.
Baca juga: Masa Depan Manusia dan Teknologi di Sepakbola
Brad Guzan sendiri memberikan tanggapannya setelah pertandingan selesai. “Tentu awalnya sedikit terganggu dan butuh penyesuaian, namun setelahnya berjalan begitu saja,” ujar Brad Guzan. Guzan bahkan sempat meminta maaf ketika dirinya secara tidak sengaja berteriak kesal setelah para pemain MLS All Star melakukan pelanggaran yang tidak perlu.
Penggunaan mic sendiri sama seperti pertandingan pra musim: sekadar hiburan bagi para penonton. Sedikit atau bahkan tidak ada faktor teknis yang menjadikan kedua hal tersebut menarik.
Baca juga: Pemain Pemain Kelas Dunia Calon Penghuni MLS
Sekarang setelah rentetan acara pramusim usai, klub-klub kini kembali ke tempat latihan masing-masing mempersiapkan liga yang akan bergulir hanya dalam hitungan hari. Tentu saja mari lupakan angan-angan atau konsep bahwa pemain akan diberikan mic untuk melakukan tanya jawab dengan komentator. Bayangkan ketika nanti Troy Deeney di Watford ditaya oleh para komentator, jawabannya tentu bukan kalimat yang Anda harapkan untuk didengar di layar kaca Anda.